Minggu, 08 Oktober 2017

Membacakan Puisi di Acara Bedah Buku 17 Kisah Perjalanan Perpusarsip Kota Bandarlampung





Kamis, 14 September 2017
Kematian Bumi Rohingya karya Alam Terkembang: FLP Wilayah Riau




Sebelum kematian menjadi lumpur,
Kebencian menciptakan rasa sakit bagai pedang,
Melindap masuk bersama cuaca paling jalar,
Ke batang tulang, yang dingin dan pengap
Merampas semua warna matamu.
Di tiap ruas tenggorokanmu yang berlafaz Tuhan
Raut wajahmu adalah kuasa pemicu gerah
Dan urat racun di lidah - lidah tubuh lapar,
Yang kan hanya memberimu asap tebal
Saat nanti tubuhmu kering dan luka.

Dicerabuti ribuan gagak
Yang kan memberimu makna tentang rasa sakit
Lalu mengapung - apungkan jiwamu ke bulan mati.
Saat selembar putih jiwamu telah dipanggang
Di tungku panjang nan lelah
Setiap detak sebelum malam

Pertemuan mendung telah jadi api
Dan kulit pucatmu adalah arah mata pisau yang tapak
Tempat memasung semua amarah
Yang tak pernah mengantarmu ke jalan pemakaman
Sebab kematian tak lagi memerlluakan liang,
Ia telah mengubah keping malam jadi pelarian tanpa tuju.

Kemanapun yang kau temukan hanya ajal
Yang membuatmu lebih dulu mati dari kematian
Takkan ada siapa dengar jeritmu yang mendera
Bahkan bumi kepada langit telah ia cerai beraikan
Sekaligus darahmu menggerus hhujan airmata
Menggenang di sajadah ijabah yang usang
Di belahan bumi terjauh

Dan matamu basah yang paling pasrah
Ketika sepetak tanahmu tak menawarkan hidup
Tempat bernaung, membagi cerita pada anak - anak

Saat kunang - kunang menghibur
Jantungmu telah memutih
Lalu kau ajak mereka melukis hujan dan gerimis di ujung magrib yang padam.

Bumi, bukan lagi tempat terbaik pejamkan mata
Dari ribuan buas yang memburu napas - napas rapuh,
Dan menghisap sumsum tulang subuhmu
Berapa darah lagi Rohingya harus bersimbah?
Meminta belas kasih sesiapa,
Saat mereka hanya punya tangan untuk tengadah
Pada embun yang gugur.

Au tak punya apa untukmu
Bahkan aku ciut dan jauh
Setititk doa dan puisi ini menjadi
Jendela dan pintu
Buat epitaf nisanmu

Biar bibir mati yang saban waktu didatangi para pelayat di hari sepi,
Bergegas menyusul senyum.




9 September 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH TELAH SINGGAH

Perjalanan hidup manusia berputar seperti roda. Suatu saat akan berhenti, bila telah tiba di tujuan. Namun, adakalanya roda itupun berhenti karena hambatan. Hidup beserta masalah adalah lumrah. Memang demikian adanya. Hidup tanpa masalah mungkin juga ada. Akan tetapi, itulah masalahnya, mengapa bisa tidak ada masalah? Normalkah?

Maka kembali pada bagaimana kita menyikapi. Terbelit dalam kerumitan, pikirkanlah solusi; bukan kesulitannya. Karena hal ini akan menjelma beban.

Serahkan pada sang Penguasa semesta, karena Allah swt maha berkehendak. Entah bagaimana penyelesaiannya, terkadang tak pernah sedikitpun terbayang dalam pikiran. Lantas untuk apa lagi ragu? Bila tak sanggup membina diri, bersama iman dan taqwa padaNya, tunggulah kebinasaan itu dari jalan yang tak disangka -sangka.




Yang Akan Dibanggakan

Yang Akan Dibanggakan
Menara Siger Lampung