Senin, 05 Maret 2018

Catatan Dodol Calon Dokter



Aku sangat menyukai dunia kesehatan. Dunia yang seharusnya bisa mendekatkan kita kepada Sang Pencipta. Cerita tentang sakit, sehat, hidup, dan mati bergantian dalam relung ini. Rumah sakit, rumah sehat, klinik, dan lain sebagainya adalah ranah yang sengaja diramu sedemikian agar tak nampak mengerikan. Ya, begitulah dunia kesehatan. Catatan Dodol Calon Dokter adalah film yang mengangkat kisah para dokter muda dalam menjalankan tugasnya. Apakah begitu sempurna? Mengasyikkan? Rumah sakit adalah bangunan yang membaurkan kisah. Maka cukup kompleks ketika ditanyakan bagaimana cerita para mahasiswa yang tengah KOAS. 

Diawali dengan kemunculan keluarga pasien yang histeris dengan keputusan dokter bahwa penyakit pasien tidak dapat disembuhkan karena kanker paru - paru, namun si tokoh utama, Rifa dalam gumamnya menyebutkan: Lantas buat apa kepala diperban? Dari sini, sisi kocak film sudah dimunculkan. Bagaimana kelanjutannya? Ya, cukup menggelitik. Rifa yang pada awalnya masuk jurusan keedokteran hanya karena mengikuti sesorang yang disukainya, pada akhirnya bisa menemukan alsan mengapa ia tetap bertahan di jurusa tersebut. Tentu hal ini menjadi resolsi setelah ada klimaks konflik yang terjadi. Rifa gagal menyelamatkan pasiennya. Mirisnya lagi, pasien tersebut adalah pasien yang ia perjuangkan dengan seorang rekannya lagi untuk dioperasi agar si pasien bisa hidup lebih lama. Tapi, kuasa Tuhan menjadikan skenario manusia bergejolak. Dari ini menjadi titik balik bagi kehidupan Rifa untuk memperjuangkan tujuan hidupnya. Ya, akhirnya ia menyadari bahwa mengapa ia tetap bertahan menjadi dokter? Meskipun di lain sisi, orang tuanya menawarkan  kemudahan pekerjaan dan kemudahan mencari penghasilan. Karena ia telah menemukan kebahagiaan ketika ia berhasil menyembuhkan para pasiennya.

Puncaknya adalah, ketika ia menyelamatkan korban kecelakaan di jalan yang ia lintasi ketika hendak menyusul orang yang dicintainya. Lebih dramatisir lagi ketika sosok yang dicintainya malah turut membantu Rifa, padahal ia haru segera berangkat ke Korea. 

Kisah di film ini juga diwarnai dengan yang lainnya. Kocak konyol para dokter muda ini disampaikan secara ringan. Meskipun sebenarnya tidak seperti itu juga di lapangan, tapi ya ada juga yang demikian. Dari film ini, aku terasa dibawa pada suasana rileks. Tidak terlalu menegangkan, tidak terlalu kasar dalam menyuguhkan kasus, dan penyelesaiannya juga tidak ribet. Sebagai tambahan referensi ringan dalam dunia kedokteran, film ini bisa dijadikan satu pilihan.

Bandarlampung, 24 Januari 2018

Layananan SIM Keliling di Bandarlampung Lebih Praktis






Mengapa waktu habis SIM itu berada tepat di tanggal lahir? Jawabannya sederhana, agar mudah diingat. Jadi, jika sudah mendekati tanggal itu, harus segera diluangkan waktu untuk membuatnya. Terlewat dari waktu yang sudah ditetapkan, fatal akibatnya. Membuat SIM baru. Hmm, terbayang pasti betapa repotnya mengurus SIM. Belum lagi harus pakai tes mengendarai kendaraan pula. Tak bisa main - main. Terkecuali yang buat SIM nya tembak sana, tembak sini. Ups, masih ada loh yang macam ini. harganya lebih mahal, tapi ringkas. Tak pakai beribet. Duduk manis, siapkan uang. SIM jadi deh. Entah itu sidik jari siapa, tanda tangan siapa, yang penting ada.

Maka aku berburu waktu di tanggal sebelum waktu kelahiran tiba. Tak boleh pula sebulan lebih cepat. Setidaknya sepekan sebelum habis masa berlaku. Dengan profesiku sebgai seorang guru, tentu tak mudah untuk meninggalkan kelas. Setelah meminta izin dari Kepala Sekolah, ya aku sudah memutuskan izin seharian. Karena sudah terbayang betapa antrinya, juga lamanya, dan lain sebagainya. Perkara yang sudah biasa ditemui jika berurusan dengan kedinasan begini. Adikku yang sudah berpengalaman langsung berpesan:
“ Datang pagi, siapkan fotokopi KTP. Nanti antri.”

Aku ikuti saja petuah keramat itu. Ternyata benar, aku memilih jasa perpanjangan SIM keliling. Jadwal hari itu Senin, 4 Desember 2017. Tempatnya berada di Museum Lampung. Tempat mangkal yang sudah terjadwal. Hanya hari Senin. Selain hari itu Layanan SIM Keliling ini akan berpindah tempat. antrian sudah panjang. Di halaman parkir museum lampung, berderet kendaraan bermotor tertata rapi. Sudah ada petugas di sana yang mengarahkan. Aku terbantu. Ada satu mobil kecil yang menyediakan jasa fotocopy dan tulis berkas. Tak merepotkan. Membayar jasa Rp. 5.000. Cek kesehatan di depan mobil petugas Sim keliling. Ada perawat yang melayani. Tensi darah, berat badan, sebagai data kelengkapan berkas. Selesai. Yang menjadikan lama adalah proses antrinya. Tempat yang panas, karena mentari semakin tinggi. Tiada tempat berteduh yang baik. Berkenalan dengan beberapa orang yang mengantri. Dengan perbincangan, tentu menjadikan waktu penantian tidak garing.

Memasuki waktu stirahat, para petugas henti. Pukul satu dilanjutkan kembali. Kukunjungi masjid Al Wasi’i, tempat favorit untuk beribadah, istirahat, dan juga makan siang. Bersama teman antriku.  Kebetulan berpuasa, maka istirahat bisa lebih lama. Kembali lagi ke museum. Antrian belum dimulai. Petugas sudah siap. Pak Polisi memanggil nama pengantri. Dan tentu saja belum muncul. Si ibu yang duduk di hadapanku meminta duluan, karena memang belum ada sejak tadi nama - nama yang disebutkan. Lantas bagaiman respon petugas? Tetap sajikan keramahan, santun, beliau menyampaiakn bahwa tak mungkin beliau memutus antrian. Nanti bagaimana jika si bapak yang dipanggil mucul? Aku senang dengan jawaban tersebut. Teladan yang baik, telah beliau contohkan.

Tibalah giliranku. Namaku dipanggil, kumasuki mobil besar itu. Duduk di tempat yang sudah disediakan. Melakukan pengambilan gambar secara otomatis. Kursi tak boleh digeser, sudah ditandai di lantainya. Sehingga aku bisa mencari patokan. Usai berfoto, aih jangan tanya hasil foto. Tanpa bedak, setelah berkeringat, juga kepanasan, efek kelam di wajah seolah sudah terjanjikan. Kubiarkan saja. Yang penting SIM jadi, dan proses perpanjangan ini adalah yang pertama kali bagiku. Hampir setengah tiga, acara perpanjangan sim selesai juga. Langsung dicetak, sampai di tangan. Membayar Rp. 75.000. Berpamitan dengan anggota pengantri, uruusanku selesai di hari itu. Alhamdulillah…

Sesungguhnya untuk proses di dalamnya tak memakan waktu lama, yang menjadikan lama adalah menunggu untuk dipanggil. Yah, begitulah. Dari urusan sederhana ini saja sudah diajarkan kita untuk menunggu. Sama seperti kita yang menunggu panggilan dari Sang Maha. Mungkin sebaiknya demikianlah kita menganalogikan. Dalam masa tunggu itu, ragam kebaikan harus menghiasi perjalanan kita. Agar tiada celah, agar tak bernoda.

Bandarlampung, 24 Januari 2018

TERIMAKASIH TELAH SINGGAH

Perjalanan hidup manusia berputar seperti roda. Suatu saat akan berhenti, bila telah tiba di tujuan. Namun, adakalanya roda itupun berhenti karena hambatan. Hidup beserta masalah adalah lumrah. Memang demikian adanya. Hidup tanpa masalah mungkin juga ada. Akan tetapi, itulah masalahnya, mengapa bisa tidak ada masalah? Normalkah?

Maka kembali pada bagaimana kita menyikapi. Terbelit dalam kerumitan, pikirkanlah solusi; bukan kesulitannya. Karena hal ini akan menjelma beban.

Serahkan pada sang Penguasa semesta, karena Allah swt maha berkehendak. Entah bagaimana penyelesaiannya, terkadang tak pernah sedikitpun terbayang dalam pikiran. Lantas untuk apa lagi ragu? Bila tak sanggup membina diri, bersama iman dan taqwa padaNya, tunggulah kebinasaan itu dari jalan yang tak disangka -sangka.




Yang Akan Dibanggakan

Yang Akan Dibanggakan
Menara Siger Lampung