Rabu, 18 Januari 2017

TE – WE ( TRAVEL WRITER)



Being traveler, being writer

Penulis             : Gol A Gong                                           
Penerbit           : KPG ( Kepustakaan Populer Gramedia) Jakarta.
Cetakan kedua, September 2012
xiv + 103 halaman. ; 14 cm x 21 cm
ISBN               : 978-979-91-0434-2

Melakukan perjalanan akan membuat kita lebih berwawasan. Sama seperti membaca buku, seolah kita tengah membuka cakrawala. Hanya saja, dengan melakukan perjalanan dapat langsung kita rasakan apa yang kita lihat, apa yang kita pikirkan, dan juga apa yang kita inginkan. Kita bisa bergerak dan juga berinteraksi. Tak hanya dengan alam, tapi juga dengan orang – orang di sekitar yang terlibat langsung dengan perjalanan kita. Perjalanan atau mungkin agar lebih ringan, kita menyebutnya dengan istilah: jalan – jalan, adalah hal yang menyenangkan. Sengaja dipilih dalam rangka membuat jeda dari sekian banyak kesibukan dan kejenuhan. Jalan – jalan sebenarnya lebih banyak bertujuan untuk refreshing. Selain itu identik dengan pengeluaran khusus yang tak sedikit. 

Namun pada buku ini Gol A Gong menyajikan sisi yang berbeda. Menjadi traveler dan juga penulis. Karena sesungguhnya, selain menjadi penikmat dari rekreasi, kita juga adalah sang reporter dan sang pelaku utama. Tentu saja bisa memaparkan kepada siapapun. Sedangkan untuk menuliskannya, setiap traveler juga bisa. TE – WE, memberikan langkah – langkah cemerlang bagi seorang traveler yang juga ingin menjadi seorang writer ( penulis). Sehingga, budget jalan – jalan kita bisa tertalangi dari honor menulis catatan perjalanan. 

Gol A Gong merupakan traveler yang sudah menjelajah ke berbagai tempat di dunia. Keliling indonesia, tentu saja. Ia menjadi penulis perjalanan sejak tahun 1990. Secara garis besar Te – We telah merangkum hal - hal yang perlu dipersiapkan untuk membuat catatan perjalanan dalam empat belas bab. Diantaranya: Paspor, matras, peta, jaket, tenda, kompas, rucksack, jurnal, lunch, dinner, SMS, email, inbox, dan reply. Uniknya, penjelasan yang disampaikan tak hanya terkait bagaimana pentingnya keseluruhan hal tadi dalam aktivitas perjalanan kita. 

Pada bab 1 yang berjudul paspor dan bab 2 yang berjudul matras, beliau lebih menonjolkan modal awal untuk menulis catatan perjalanan. Tentu saja kita harus melakukan perjalanan. Ternyata, sebagai tahap awal kita bisa mulai menuliskan catatan perjalaan dari tempat terdekat kita dulu, yaitu daerah tempat tinggal. Dengan menggali informasi tentang potensi yang ada di daerah sekitar kita, secara otomatis telah mempromosikan daerah kita kepada khalayak. Pada bab ini, beliau lebih memotivasi kita untuk mulai melakukan perjalanan dan memperhatikan, kemudian mencoba menuliskan. 

Pada bab 3, 4, dan 5, penulis baru menjabarkan kelengkapan peralatan yang diperlukan untuk memulai perjalanan. Termasuk di dalamnya riset pustaka tentang tempat yang dituju, sleeping bag, ransel, jas hujan, dan tentu saja kamera. Juga ajakan untuk lebih menggali potensi daerah terdekat kita terlebih dulu. Kemudian mulai menuliskan dan mempublikasikan tulisan tersebut melalui blog.

Kemudian di bab 6, 7, 8, dan 9, pembahasan mulai kepada aktivitas menulisnya. Hal apa yang boleh dan tidak boleh ditulis dalam catatan perjalanan. Termasuk jenis – jenis tulisan catatan perjalanan.yang ternyata juga beragam. Bisa berbentuk catatan harian, sastra perjalanan, ulasan tentang hotel, bahkan kuliner. Teknik menulis yang baik dan cara memasarkan tulisan ke media, karena hampir setiap surat kabar memiliki kolom perjalanan. Bahkan kita bisa juga membuat novel perjalanan.

Lima bab terakhir memaparkan betapa pentingnya tergabung dalam komunitas backpacker, kemudian memanfaatkan informasi dari majalah travel online sebagai referensi, ataupun untuk mendapatkan banyak tips perjalanan.

Gol A Gong lebih banyak menceritakan pengalamannya sebagai seorang penulis catatan perjalanan. Bahasa yang mengalir layaknya bercerita memudahkan kita untuk menerima pengetahuan baru ini. Selain itu, contoh – contoh paragraf untuk memulai sebuah catatan juga ditampilkan. Sehingga kita akan benar – benar mengetahui catatan perjalanan yang baik dan tentu saja diinginkan media. Kalau sudah begini, kemanapun tujuan jalan – jalan kita, tak perlu lagi mengkhawatrkan budget yang akan keluar. Karena perjalanan kita secara tak langsung sudah dibiayai oleh media yang tengah menunggu pemaparan cerita kita dalam bentuk tulisan.



Rabu, 11 Januari 2017

Mengenal Alam Lebih Dekat di Agro Wisata Naga Gempur



Sabtu cerah, para siswa kelas satu SDIT Permata Bunda 1 Bandarlampung sudah bersiap melakukan kunjungan. Segala perbekalan sudah disiapkan dalam tas gendong yang semakin gembung. Hari ini semua siswa dan para guru akan mengunjungi Agro Wisata Naga Gempur. Berlokasi di Natar. Masuk gang SMP Swadipa, sekitar lebih kurang 1 Km, kemudian belok kiri. Lama perjalanan hanya sekitar 10 menit dari sekolah dengan mengendarai mobil. Biaya masuk setiap orang Rp. 10.000. Tempat seperti apa Naga Gempur itu? Yang pasti ini adalah tempat untuk belajar lebih dekat dengan alam sambil bergembira. 

Seluruh siswa sudah berbaris di depan Wisma Gempur. Dipandu oleh para trainer dan pak tani yang ramah, anak – anak menjadi nyaman. Para guru mendampingi di belakang barisan siswa. Setelah berkenalan dan mendengarkan arahan dari para pemandu, anak – anak menerima caping pak tani, untuk dikenakan ketika beraktivitas nanti. Luas tanah pertanian di Naga Gempur sekitar lebih kurang 5 hektar. Terdiri dari lahan persawahan, perkebunan, dan juga perikanan. Di awal masuk gerbang tempat wisata ini, kita akan menemukan banyak sekali pohon Naga. Daunnya seperti kaktus. Itulah sebabnya bernama Naga Gempur, karena juga membudidayakan tanaman buah Naga. 

Sebelum memulai kegiatan, anak – anak beristirahat di wisma gempur sejenak untuk menikmati segelas teh hangat dan hidangan singkong goreng dengan wadahnya daun jati yang telah disemat dengan batang lidi. Aroma kampung makin terasa. Angin semilir, langit biru membentang terlihat jelas tanpa penghalang. Pohon – pohon hijau menyejukkan mata. Terlebih lagi dinding Wisma Gempur yang masih geribik anyaman bambu, menambahkan kesan sederhana dan alami. Setelah mengisi perut, maka para petani cilik bersiap – siap untuk beraksi. Memakai caping pak tani, selain melindungi dari panas terik, ternyata keren juga. Celana dilipat sampai terlihat mata kaki. Sepatu dan kaos kaki ditanggalkan. Semua siap terjun ke lahan pertanian. 

Aktivitas pertama anak –anak adalah menanam jagung. Bagaimana cara menanam jagung? Ternyata ada tahapan – tahapannya. Setelah tanah dipacul sehingga bersih dari tumbuhan lain, maka tanah dilubangi dengan sebatang kayu yang memang sudah sengaja dibuat untuk aktivitas ini. Ujungnya dibuat meruncing seperti bambu runcing para pahlawan kita dulu, kemudian diberi bibit yang memang sudah diberi pupuk. Dilanjutkan dengan menutup bagian tanah yang sudah ditanami tadi. Anak – anak melakukannya dengan antusias. Mereka bersemangat dan melaksanakan tugas bersama. Pembagian tugas pun dilaksanakan. Setelah semua lahan selesai ditanami, tentu saja pak tani pemandu masih mendampingi, aktivitas terakhir adalah menyirami tanah tadi. Anak – anak membawa penyiram bersama – sama. Semuanya ingin ikut serta. Ternyata untuk mendapatkan satu buah jagung yang bisa kita nikmati dalam aneka olahan, harus penuh perjuangan. Berpanas – panasan, ketekunan menunggu hingga batang pohon membesar, sampai akhirnya berbuah baru kemudian dipanen. Pak tani yang baik hati tetap memberi pengarahan dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami anak – anak.

Meskipun sudah berpanasan, mereka masih semangat. Keringat sudah bercucuran, caping sesaat dilepas kemudian dikipas – kipaskan, petani cilik tetap ceria dan tak kenal lelah. Kegiatan selanjutnya adalah memetik kangkung! Lho, bukannya tadi menanam jagung? Mengapa panennya kangkung? Inilah agro wisata Naga Gempur. Setelah bersusah – susah menanam, maka kegembiraan ketika panen juga langsung dirasakan oleh anak – anak. Semuanya memetik kangkung sesuai arahan pak tani. Subhanallah, para petani cilik mahir sekali memanen kangkung. 

Masih belum lelah! Matahari sudah sepenggalah naik. Sekitar pukul setengah sepuluh. Anak – anak diajak ke sawah. Kali ini akan menanam padi. Tapi, tunggu dulu. Sebelum ditanami, tanah arus dibajak. Istimewanya di tempat ini masih menggunakan bajak tradisional, dengan tenaga manusia dan sapi. Kegembiraan tak dapat ditutupi ketika mereka melihat sapi. Hewan yang salalu diminum setiap pagi susunya, namun melihat aslinya mungkin hanya sebatas di televisi. Yang lebih menggembirakan lagi adalah mereka berkesempatan menaiki bajak dan berkeliling membajak sawah bersama dua ekor sapi. MasyaAllah, keceriaan yang tak terbendung. Ada juga yang kena sabet ekor sapi, tapi tetap saja mereka tertawa. Itu adalah pengalaman yang unik. Setiap anak mendapat kesempatan menaiki bajak. Akhirnya, tibalah masa menanam padi. Celana dilipat sampai lutut. Kaki tercebur ke tanah berlumpur. Mereka menanam padi dari depan terus mundur ke belakang. Ada juga anak yang merasa jijik, namun itu hanya di awal saja. Setelah selang beberapa menit, akhirnya terpengaruh juga dengan kegembiraan anak – anak yang lain. Bahkan ada yang melempar lumpur, serasa bermain di salju. Aduhai, anak – anak. Ada saja ide kreatifnya.

Tak henti sampai di situ, aktivitas berlanjut ke kolam sebelahnya. Menangkap ikan! Kolam yang hanya sepinggang anak – anak itu langsung diserbu. Awalnya ikan masih tampak, mereka bersorak begitu melihat ada kecipak air. Mereka mengejar dan berusaha menangkap. Namun gerak ikan lebih lincah. Ada ikan lele, gabus, dan ikan jenis lain di kolam itu. Karena semua anak – anak masuk ke kolam, maka kejernihan air tersulap seketika menjadi keruh. Kolam ikan, berubah menjadi kolam lumpur. Anak – anak sudah tak pedulikan kagi bagaimana penampilan mereka, yang awalnya lucu dan imut berubah menjadi dekil bahkan super dekil. Perjuangan masih berlanjut. Mereka bercita – cita membawa ikan pulang untuk digoreng. Ada yang berhasil mendapatkan seekor ikan gabus, anak itu menggenggamnya erat. Si ikan sudah sekarat. Cepat – cepat diletakkan di ember yang sudah diisi air bersih, yang memang sudah disiapkan sejak tadi. Hal ini makin menambah semangat yang lain untuk terus mencari. 

Usai berenang – renang di lumpur, anak – anak membersihkan diri di kamar mandi yang tersedia di tempat ini. Berganti pakaian yang bersih, wajah lucu dan imut mereka kembali nampak. Menjelang dhuhur, anak – anak makan siang di pondokan yang sudah disiapkan. Berlanjut sholat dhuhur berjamaah di wisma gempur. Benar – benar pengalaman yang lain dari yang lain. Hampir semua anak berencana kembali lagi ke Naga Gempur. Di perjalanan pulang cerita – cerita seru pun bermunculan. 

Alhamdulillah, perjalanan yang menyenangkan dan pengalaman tak terlupakan bagi anak - anak. Oleh – oleh hari ini adalah seikat kangkung untuk bunda, dan juga beberapa ekor ikan hasil tangkapan tangan sendiri. Dan ada lagi, yang akan menambah senyum bunda makin rekah, pakaian kotor berlumpur! Tak apa, dengan begitu anak – anak jadi banyak belajar.

22:33 wib

alhamdulillah, sudah diterbitkan dalam buku antologi bersama kisah perjalanan flp wilayah lampung. 17 KISAH PERJALANAN DARI LAMPUNG HINGGA CANBERRA.


Kamis, 05 Januari 2017

Kejutan – Kejutan dari Tuhan



Aku mengajar di Sekolah Dasar Islam Terpadu, di kota Bandarlampung. Jarak dari kontrakan ke sekolah sekitar 2 Km. Setiap pagi kutempuh dengan berjalan kaki. Sebenarnya aku bisa saja naik angkot lewat jalan lain Namun setelah dipertimbangkan keefektifan waktu dan dana, maka aku memutuskan untuk berjalan kaki ke sekolah. Berangkat lebih pagi agar jalan bisa lebih santai, karena jalan yang kutempuh mendaki. Ngos – ngosan juga. Tapi, tetap semangat sembari olahraga.

Sekolah ini menampung anak – anak yang luar biasa. Dari yang sangat aktif, sedang – sedang saja, dan juga ada yang sangat sensitif. Sudah dua tahun aku diamanahkan mengajar kelas satu. Tahun ini, nyaris separuh kelas tidak bisa membaca. Bahkan ada dua orang yang huruf saja belum tahu. Padahal tuntutan indikator sudah tinggi. Anak – anak bukan lagi membaca suku kata, namun dalam latihan soal mereka sudah menggunakan kalimat. Tentu saja jalan yang ditempuh adalah membacakan soal dan mendiktekan huruf demi huruf ketika siswa hendak menjawab soal tersebut. Karena satu kelas ada dua orang guru, jadi aku sangat terbantu. 

Alhamdulillah, guru partnerku bisa diajak kerjasama. Bisa istirahat hanya ketika sedang sholat saja. Karena  pada jam istirahat anak – anak tetap harus dipantau. Pertengkaran sering terjadi hanya dalam hitungan detik. Hampir setiap hari terjadi siswa menangis, terkadang sampai pukul – pukulan dan menendang. Meskipun hanya karena hal sepele. Namun itulah dunia anak – anak, yang memang masih harus aku pelajari lagi. Tidak sengaja kesenggol dengan temannya, sudah menangis. Atau pernah juga ada siswa yang menangis terus karena tidak mau ditinggal ibunya. Ada juga yang langsung kabur pulang ke rumahnya karena tidak mau ditinggal ayahnya. 

Sangat unik memang. Belum lagi tuntutan orang tua siswa yang meminta agar anaknya mendapat perhatian khusus. Tentu saja hal ini akan sulit dilakukan, karena di kelas ada tiga puluh siswa, dan gurunya hanya dua. Jika ada wali murid yang menuntut demikian, maka akan ada siswa yang terabaikan. Pernah juga menghadapi wali murid yang tidak terima ketika anaknya menangis karena jatuh ketika jam bermain. Menyalahkan guru, yang tidak mengawasi. Aku berusaha tersenyum meskipun di hati sedih. Itulah keterbatasan raga ini, tidak bisa mengawasi satu per satu siswa, karena mereka juga bermain di tempat yang berbeda – beda. 

Keriuhan di kelas yang luar biasa, sehingga suara guru tak terdengar lagi. Sampai sakit leher ini berteriak, namun tetap saja kalah suara. Pernah adikku melihatku mengajar, ia menyarankan untuk pindah saja mengajar di sekolah lain. Namun itulah amanah. Toh di sini aku juga belajar. Bagaimana menghadapi anak – anak dengan bijak. Jujur, emosiku jadi lebih terkendali. Karena guru – guru di sekolah ini punya adab – adab yang luar biasa: tidak boleh marah, tidak berkata negatif, tidak main tangan. Selama ini kalau aku sudah terdesak, emosi dipuncak. Aku memilih diam. Atau tersenyum kemudian tertawa. Karena sesungguhnya mereka adalah anak –anak yang lucu. Pernah suatu hari aku begitu letih, sedangkan masih ada buku penghubung siswa yang harus diisi. Tiba – tiba saja seorang siswa, azky namanya berkata: “ Yang ikhlas ya, Bu.” Aku tersenyum, seolah teguran dari Allah. Aku harus sabar dan ikhlas. Terimakasih ya, Nak.

Semua itu berhikmah, walaupun berat perjuangan di sekolah tentu saja ada balasan dari Allah. Beberapa bulan yang lalu, adikku yang sudah bekerja di RS membelikan sepeda motor karena kasihan melihatku harus berjalan kaki sejauh itu ke sekolah, padahal aku belum bisa naik motor. Selama liburan aku belajar di rumah. Alhamdulillah bisa juga. Namun menjelang Ramadhan aku kecelakaan dan sampai sekarang aku belum memakai motor itu lagi, karena trauma. Ke sekolah kembali berjalan kaki. Tapi ada kejutan di menjelang akhir Ramadhan. Karena waktu sangat padat di sekolah, tak berkesempatan untuk mengobrol, maka ketika moment buka puasa bersama aku berbincang dengan seorang guru yang ternyata tempat tinggalnya dekat dengan tempat tinggalku. Tanpa disangka juga kampung asal kami berdekatan, meskipun sudah lain desa. Betapa mengharukan perbincangan ketika itu. Sampai hari ini, beliau selalu menjemputku jika hendak ke sekolah. Aku tidak lagi berjalan kaki sampai sesak napas ketika mendaki jalan.

Selain itu hafalan al Qur’anku senantiasa terpantau di sekolah ini. Otomatis ketika hafalan siswa bertambah, aku juga harus menyeimbangkan. Bagaimana seorang guru bisa memperbaiki bacaan siswa kalau ia sendiri belum hafal. Para guru selalu terjaga dari pergunjingan, karena jadwal mengajar yang padat. Setidaknya aku tak punya kesempatan untuk memulai obrolan, kecuali yang sangat penting. Jangankan menerima telepon, membaca dan membalas sms pun tidak bisa, kecuali di luar jam mengajar. Alhamdulillah. Untuk saat ini aku merasa nyaman. Dengan lingkungan yang seperti ini dan kewajiban yang juga jelas. Namun sesungguhnya bukan karena kenyamanan ini aku bertahan, bukankah jika tetap berada pada zona nyaman malah membuat  manusia terlena dan tak melakukan lonjakan – lonjakan dalam hidup? Aku bertahan, karena Tuhan selalu memberikan kejutan – kejutan. Sehingga kian meneguhkan langkahku ke depan. Tentu tak hanya terbatas di satu tempat untuk mencapai sebenar – benarnya tujuan.Ya Tuhan, sesungguhnya bebanku sangat berat, maka berikanlah aku pundak yang kuat untuk mengemban amanah ini.
***
Bandarlampung, 24 Oktober 2012

Alhamdulillah, terbit di tarbawi edisi november. Aku melihatnya, Sabtu, 3 november 2012.

TERIMAKASIH TELAH SINGGAH

Perjalanan hidup manusia berputar seperti roda. Suatu saat akan berhenti, bila telah tiba di tujuan. Namun, adakalanya roda itupun berhenti karena hambatan. Hidup beserta masalah adalah lumrah. Memang demikian adanya. Hidup tanpa masalah mungkin juga ada. Akan tetapi, itulah masalahnya, mengapa bisa tidak ada masalah? Normalkah?

Maka kembali pada bagaimana kita menyikapi. Terbelit dalam kerumitan, pikirkanlah solusi; bukan kesulitannya. Karena hal ini akan menjelma beban.

Serahkan pada sang Penguasa semesta, karena Allah swt maha berkehendak. Entah bagaimana penyelesaiannya, terkadang tak pernah sedikitpun terbayang dalam pikiran. Lantas untuk apa lagi ragu? Bila tak sanggup membina diri, bersama iman dan taqwa padaNya, tunggulah kebinasaan itu dari jalan yang tak disangka -sangka.




Yang Akan Dibanggakan

Yang Akan Dibanggakan
Menara Siger Lampung