Minggu, 17 Oktober 2021

Kesurupan

 Oleh: Desma H.


Pagi ini sejuk sekali. Dingin merasuk belulang. Hadir di sekolah, sekian menit jelang bel berbunyi. Mengambil air hangat secangkir, ketika diminum masih dingin. Ulala, ternyata lupa memasang kabel dispenser. Majelis pagi bersama kelas 7 Dewi Sartika. Empat orang tak masuk sekolah, 1 orang izin bertemu ayahnya. Satu lagi izin ikut vaksin ke-2. Satu lagi izin, operasi mulut. Ada giginya yang terhalang bertumbuh gegara ditikung gigi lain. Satu lagi izin operasi di kaki. Jempolnya cantengan, sehingga kuku kaki harus dicabut. Belum ada yang izin operasi plastik. Wow, jadi ngebayangin perubahan wajah mereka seperti artis Korea. 

Berlangsung aman, damai, sentausa. Cuaca dingin menyergap, membuat mereka tampil tertib. Jas almamater dipakai semua. Setelah mempersiapkan anak-anak, karena akan ada guru yang disupervisi di kelas, aku beranjak pergi. Supervisi adalah peristiwa sakral bagi seorang guru. Pengondisian siswa adalah hal penting, agar mereka tidak terkaget-kaget saat ada supervisor yang masuk. 

Kali ini, aku masuk kelas 7 Ki Hajar Dewantara. Janji manis pengadaan es krim bagi siswa yang berhasil meraih nilai PTS di atas 90, ditunaikan. Mereka bergembira. 

"Kenapa kalian ga mau dikasih hadiah buku? Anak putri hadiahnya buku loh."

Aku tanyakan hal ini. Karena mereka memilih es krim. Kalau dilihat harga beda jauh tentunya.

"Enakan es krim, Miss. Buku nggak bisa dimakan."

"Oke deh."

Jawaban ringkas mereka membuatku terkekeh. Berlanjut ke pelajaran B. Inggris. Sengaja kelas kubuat santai. Kalau tak bisa boleh bertanya. Kalau tak tahu artinya, buka kamus. Latihan speaking, dibaca seperti hurufnya, apa adanya. Enjoy aja. Yang penting mereka suka dulu dengan B. Inggris.

Tetiba, Aji berbicara sendiri dengan B. Inggris. Hal yang tak pernah ia lakukan.

"Yo, English, Man!"

"Yea, good!"

Begitu terus. Tentu menarik perhatian. 

"Aji, kenapa?" 

Aku bertanya dari kursi guru. Tetap jaga jarak. Aku tak bisa mendekat.

"Yo, Man!"

Teman-temannya tertawa. Akupun begitu. Kelas jadi riuh. Aji tetap berbahasa Inggris. Wah..jangan-jangan.

"Aji kerasukan jin Inggris ya?"

Ucapku membuat gaduh. Tentu makin riuh. Kali ini teman-temannya ikut tertawa.

"Yo, Man!"

Satu orang mengambil sajadah. Ditutupinya kepala Aji, sembari membaca doa-doa. Hendak merukiyah Aji.

"Jangan-jangan. Jangan diusir. Biarkan saja Aji begitu. Ms. Des malah senang. Dia jadi pinter B. Inggris!"

Mereka tertawa. Aji pun begitu.

"Yo, Man!"



Bandarlampung, 18 Oktober 2021

Jumat, 15 Oktober 2021

Resensi Buku Zalzalah


 Oleh: Desma H.


Judul: Zalzalah

Penulis: Mashdar Z.

Penerbit: Semesta Pro-U Media

Tahun terbit: 2009

Tebal buku: 325


Novel yang sangat bagus dari pemilihan judul. Zalzalah, Biarkan Cinta Sampai Pada Akhirnya. Akhir yang bagaimana? Seperti telah diisyaratkan oleh penulis, bahwa kemana kelak cinta bermuara, sesungguhnya semua makhluk telah memahaminya. 

Berlatar di pondok pesantren sekaligus panti asuhan yang terletak di daerah Jawa Timur, dalam percakapan tetap menyuguhkan karakter orang Jawa yang santun dan ramah. Para tokoh tetap teguh di lini tersebut. Konflik yang terjadi kebanyakan konflik batin, tidak ada keributan fisik. Di sanalah sang penulis piawai mengaduk-aduk perasaan pembaca. 

Bahkan pembaca pun dibuat larut dalam kisruh perasaan. Seharusnya Milati begini saja, Misas begini. Yah, sebagai pembaca saya hanya bisa merutuk kesal. Pada akhirnya "kematian" tokoh menjadi senjata penulis untuk mengakhiri polemik. Kemudian, biarkan para pelaku hidup melanjutkan masing-masing kisah.

Mengaitkan dengan peristiwa gempa Yogyakarta beberapa tahun silam, tentunya membuat kisah ini menjadi nempel di pikiran pembaca. Ada padanan peristiwa yang mudah diingat. Bahwa dari musibah gempa, ada kejadian lain juga sebenarnya, dan itu kuasa Sang Pencipta.

Pada akhirnya saya tetap menyimpulkan bahwa buku ini bagus, ringan untuk dijadikan hiburan, namun padat dengan nasihat-nasihat. Dan bisa jadi juga agak membosankan bagi orang-orang yang ringkas. Oh, ternyata orang pesantren kalau ngomong pakai hadist dan ayat-ayat. Berat banget ya. Namun bisa jadi sebuah pengetahuan baru bagi mereka yang benar-benar haus akan ilmu agama. Begitulah tentang buku ini.

Selebihnya, antar tokoh tidak terlalu banyak memainkan emosi. Semua nrimo, sabar, dan tetap berusahan bertahan atas semua keadaan. 

Jumat, 08 Oktober 2021

Squid Game

 



Oleh: Desma H.


Film yang sedang ramai dibincangkan di dunia. Selesai topik covid, vaksin, dan huru-haranya, manusia yang kebanyakan terpuruk dalam ruang kesakitan dan kehilangan, akhirnya mencari ranah hiburan agar tetap menjaga rasa bahagia. Imun bisa terjaga, konon katanya begitu. Sehingga peluncuran film ini, menjadi gayung bersambut. Meskipun, tak semua manusia mengapresiasi. Akan tetapi, film ini berhasil menarik perhatian. Ramai dibicarakan, dibedah, dilihat dari beragam sudut pandang. Bahkan, di Indonesia sudah banyak yang memparodikannya. Foto di atas saya ambil dari surat kabar online. Di Yogyakarta, boneka ini berdiri sebagai penanda rambu lalu lintas di jalan raya. Wow, sampai sebegitunya. Ini juga jadi sarana publikasi film tersebut, bukan? Meskipun setelah dikonfirmasi, keberadaan boneka ini hanya editan. Orang yang tak paham, akan mencari tahu. Langsung buka telepon genggam, mulai pencarian, akan langsung bersua infonya. Meskipun, tak semua mengapresiasi hadirnya film ini. Mengapa demikian? 


Ada beberapa poin yang bisa disimpulkan dari film Korea ini. 

Tentu film ini terdiri dari beberapa episode. Kita harus luangkan waktu khusus untuk menyaksikan. Akan tetapi, jika sekedar hendak tahu alur cerita, melihat reviunya sudah cukup mewakili. Meskipun, tak keseluruhan detail film dapat kita nilai. Keunggulan dan kelemahan film tersebut.

Beberapa waktu lalu, sengaja saya ikut webinar yang menghadirkan Bunda Sinta Yudisia, seorang guru, psikolog, dan penulis. Juga Ustadz Aditya Abdurrahman, seorang dosen dan penulis. Berikut adalah ringkasannya.

1. Adegan kekerasan

Kekerasan verbal, berupa caci maki selalu muncul antar tokohnya, sehingga menjadi hal yang biasa sepanjang film ini berlangsung. Kekerasan psikis, kekerasan fisik, dan kekerasan seksual. Sehingga hal ini secara tidak langsung mengangkat fakta tentang lemahnya mental para tokohnya.


2. Gambaran yang merendahkan perempuan

Pemain 212 selalu menawarkan tubuhnya sebagai strategi dalam permainan. Ironisnya, ini bisa menjadi sebuah ide, yang bisa diadaptasi oleh perempuan-perempuan dalam realita hidup, yang sudah putus asa dan tak punya cara untuk mendapatkan penghasilan. Bayangkan jika itu anak-anak, yang mungkin dalam berpikir belum begitu matang. Film ini bisa menjadi pemberi sumbangsih ide gila, yang akan membuat masa depan mereka, jauh lebih gila.

3. Betapa hina dunia

Orang yang atheis terlihat lebih kuat dibanding karakter religius. Mentalnya lebih lemah dalam menghadapi hidup. Seperti contoh pemain nomor 24 dan 067. Maka penonton yang masih labil, bisa membuat kesimpulan yang negatif. 

Di bagian lain ada juga perumpamaan yang sangat menohok, dimana orang-orang mengejar harta, setelah didapat toh akhirnya mereka tidak juga bahagia. Para pengejar dunia banyak yang frustasi dalam film ini, sedangkan sosok yang tawakal seperti digambarkan oleh ibunya Gi Hun, malah menjalani hidup dengan tenang. Ia bekerja, dan tetap bisa hidup tanpa grasah grusuh.

4. Gambaran jahatnya kaum kapitalis terhadap orang miskin

Film ini merupakan representasi kondisi masyarakat kita. Orang kaya miliki kemampuan atur dunia. Orang miskin dibentuk oleh kapitalis. Misalnya begini: Dibuatlah perusahaan, rekrut para pekerja. Mereka akan mau saja kerja, karena tak punya penghasilan. Dibuatlah bank riba,udah pinjam dana, tapi sulit melunasi. Begitu terus. Mencekik, namun mereka punya kekuuatan, untuk tidak terjerat hukum.

Lantas siapa yang mengatur? Ada lapitalis yang mengelola orang-orang miskin, agar tak lepas dari cengkraman. Rakyat makin sengsara. Kapitalis makin kaya. Tapi, jika ditanya siapa sajakah orang-orang ini? Mereka tetap anonymous. Lihat pada film ini, mereka tetap sembunyi di balik penutup kepala. Terjaga identitas.

Jika mau ditelisik lagi, tentunya masih ada yang bisa diperbincangkan. Karena sejatinya media merupakan sarana paling multifungsi. Tak hanya untuk hiburan, tapi di sana ada peran lain: persuasif, contoh, pendidikan, dan banyak hal. Jika kita baru bisa menemukan bahwa film ini hanya sekedar hiburan, maka kita perlu mengupgrade diri untuk lebih peka mencernanya.

Terlepas dari hal-hal negatif, perjuangan penulis ceritanya yang tetap gigih sejak tahun 2009, membawa ide ini, juga patut diapresiasi. 

Terpenting, jadilah penonton yang aktif. Sehingga bisa merespon cepat dari suatu tayangan. Harus membangun prinsip diri, karena orang yang miliki prinsip tak akan mudah terpengaruh oleh suatu film. Karena penonton yang aktif memiliki filter yang baik, justru bisa mengambil pelajaran dari setiap hal yang disaksikan.

Tayangan porno, berapapun usia kita tetaplah tidak boleh ditonton. Bagaimana penyikapannya? Bisa langsung skip, atau cukup melihat reviu biasanya sudah disampaikan di awal sehingga kita bisa lebih terjaga.

Mirisnya, saya mendapat informasi bahwa tayangan ini untuk 15+. Bagaimana menurutmu, Teman? Bergejolak di hati dan pikiran saja tidak cukup. Jadilah penonton yang aktif, cepat tanggap, pandai memilah, dan berani meneruskan pemahaman kepada orang lain.



Bandarlampung, Oktober 2021

TERIMAKASIH TELAH SINGGAH

Perjalanan hidup manusia berputar seperti roda. Suatu saat akan berhenti, bila telah tiba di tujuan. Namun, adakalanya roda itupun berhenti karena hambatan. Hidup beserta masalah adalah lumrah. Memang demikian adanya. Hidup tanpa masalah mungkin juga ada. Akan tetapi, itulah masalahnya, mengapa bisa tidak ada masalah? Normalkah?

Maka kembali pada bagaimana kita menyikapi. Terbelit dalam kerumitan, pikirkanlah solusi; bukan kesulitannya. Karena hal ini akan menjelma beban.

Serahkan pada sang Penguasa semesta, karena Allah swt maha berkehendak. Entah bagaimana penyelesaiannya, terkadang tak pernah sedikitpun terbayang dalam pikiran. Lantas untuk apa lagi ragu? Bila tak sanggup membina diri, bersama iman dan taqwa padaNya, tunggulah kebinasaan itu dari jalan yang tak disangka -sangka.




Yang Akan Dibanggakan

Yang Akan Dibanggakan
Menara Siger Lampung