Selasa, 03 November 2020

Pamer



Oleh: Desma H.


Hakikatnya manusia itu memang suka pamer. Tidak semua. Tapi ada sekelumit dalam hatinya, potensi untuk ke arah sana. Zaman sekarang eksistensi perlu dibuktikan. Bagi yang malas, akan tertinggal di belakang. Tentu saja tidak semua. Bagi orang-orang yang tawadhu, perkara ini tak lah penting. Namun bagi segelintir orang, yang tak seberapalah, pamer itu penting. Postingan pada media sosial, adalah hal unik yang jarang terjadi. Misal, foto di Eifel, karena tidak setiap hari ada di sana. Kemudian pembuktian pada publik, bahwa pernah ke sana. Sebenarnya, orang lain tidak memerlukan itu, apalagi yang tak suka. Tapi, bagi penggemar akut, informasi kece badai semacam ini, adalah bahan incaran yang dinantikan. Dan aku bukan selebriti.


Ini adalah setengah gelas susu yang harus kukonsumsi setiap hari. Hal ini bermula dari hasil cek kepadatan tulang beberapa waktu silam. Tulangku sudah tidak padat.

"Mba ini sering makan garam ya?"

Ya, iyalah. Tapi sewajarnya. Masak iya aku jadikan cemilan. Hanya dalam hati.

"Oh, mba ini pasti sering ngopi."

Hmm, bisa dibilang begitu. Tapi, sudah lama berhenti, semenjak ayahku berpulang. Sahabat minum kopi setiap pagi adalah ayahanda. Ketika almarhum tiada, aku tak sanggup meneguk kopi. Air mata tumpah. Maka, hasil cek tulang itu, menyudutkan kopi dengan sangat apik.

"Mba harus rajin minum susu, biar tulangnya tidak keropos."

Apa? Susu. Tidak! Minuman ini tidaklah seirama dengan kondisiku. Minum susu akan membuatku mual dan, entahlah. Akan tetapi, kondisiku yang kian rapuh, alamak! Aku menyerah, akhirnya, kukonsumsi juga susu yang berkalsium tinggi, menurut iklan.


"Uni Yanti ini kemakan iklan. Kemarin telor herbal. Sekarang minum susu. Percaya amat sama cek-cek kayak gitu!"

Adikku berceloteh. Iya juga, aku langsung percaya dengan dugaan mesin. Susu satu kotak harus kuhabiskan dalam waktu 1 bulan. Ini sungguh beban. Alhasil, 3 sendok menggunung, yang seharusnya dibuat untuk satu gelas, kubuat setengah gelas. Biar cepat habis.


Lucu lagi teman satu sekolahku, 

"Aduh, Bu Desma, saya jalannya harus pelan-pelan ini, biar tulangnya nggak patah."


Sepertinya kami terlalu mendramatisir. Apakah aku perlu cek tensi darah? 




Era corona, 4.11.20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH TELAH SINGGAH

Perjalanan hidup manusia berputar seperti roda. Suatu saat akan berhenti, bila telah tiba di tujuan. Namun, adakalanya roda itupun berhenti karena hambatan. Hidup beserta masalah adalah lumrah. Memang demikian adanya. Hidup tanpa masalah mungkin juga ada. Akan tetapi, itulah masalahnya, mengapa bisa tidak ada masalah? Normalkah?

Maka kembali pada bagaimana kita menyikapi. Terbelit dalam kerumitan, pikirkanlah solusi; bukan kesulitannya. Karena hal ini akan menjelma beban.

Serahkan pada sang Penguasa semesta, karena Allah swt maha berkehendak. Entah bagaimana penyelesaiannya, terkadang tak pernah sedikitpun terbayang dalam pikiran. Lantas untuk apa lagi ragu? Bila tak sanggup membina diri, bersama iman dan taqwa padaNya, tunggulah kebinasaan itu dari jalan yang tak disangka -sangka.




Yang Akan Dibanggakan

Yang Akan Dibanggakan
Menara Siger Lampung