Pelatihan yang diadakan oleh Lembaga LIA ini sungguh
memberikan banyak pengetahuan. Sejujurnya, materi ini teorinya sudah pernah
juga kuterima ketika di bangku kuliah. Ini bukanlah hal yang baru. Lantas apa
yang menjadikan begitu istimewa? Adanya pengingat kembali, yang disampaikan
dengan ragam contoh aplikatif. Tentu keilmuan jadi terbaharui.
John Cruft dari Mac Millan Education menjadi
pemateri. Sosok pirang dan jangkung itu memaparkan materi sederhana dengan
sederhana. Bagaimana memaksimalkan empat C skill dalam pembelajaran bahasa
Inggris? Apakah 4 Cs skill itu? Communication, Collaboration, Creativity, dan
Critical Thinking.
Cruft langsung menjadikan dirinya sebagai contoh.
Ketika ia berdiri, apa yang ada di pikiran para peserta? Kemudian satu per satu
diminta memberikan komentar, dengan diawali kata “ I think….”. dari
pemaparannya, jelaslah tujuan penggunaan kata tersebut. Setiap orang diminta
memberikan pendapat yang berbeda. Secara tak langsung, ia sudah membangkitkan
kemampuan Critical Thinking. Ketika sosok John Cruft memposisikan sebgai
seorang guru, maka para peserta adalah siswanya. Jujur saja, aku langsung dapat
merasakan manfaat dari cara itu. Dalam hati langsung bergumam, bahwa strategi
ini bisa kuaplikasikan. Tentang bagaimana hasilnya? Belum tahu, karena belum
diaplikasikan. Tapi, untuk awalan bolehlah memunculkan keyakinan.
Ada hal yang ia selalu tekankan. Dari pengalamannya
15 tahun mengajar di Mac Milan.
“ We don’t have to change our way in teaching, but
we should have little upgrade our strategy to develop our students’ critical
thinking.”
Ia juga menyampaikan cara untuk memancing para siswa
mengemukakan pendapatnya secara kritis. Sebagai guru, jangan berhenti pada
seorang siswa dan menyatakan bahwa jawabannya adalah benar, karena hal itu akan
menutup peluang siswa lain untuk berpendapat. Teruslah mengajukan pertanyaan
dengan cara yang kritis.
Jika pertanyaan sudah dijawab oleh siswa, terus gali
lagi semakin dalam dari jawaban siswa tadi. Dari sini akan berfungsi sekali
pertanyaan 5WH. Terlalu sering yang dilakukan oleh guru adalah tidak memancing para
siswa untuk berpikir kritis. Guru memberikan pertanyaan yang kurang menantang.
John memberikan contoh sederhana seperti ini:
Seorang anak berumur lima tahun ditunjukkan gambar
seekor kuda oleh ayahnya, kemudian si anak langsung berteriak bahwa gambar itu
adalah a big dog. Jika si Ayah langsung menyangkal, bukan. Itu adalah a horse,
maka si anak akan kehilangan kesempatan untuk berpikir kritis. Di sinilah
kesempatan sang ayah untuk menggali lebih dalam. Mengapa kau mengatakan bahwa
itu adalah gambar a big dog? Tentu sang anak memiliki alasan. Setelah
mendapatkan alasan, maka akan jauh lebih mudah memberikan pemahaman kepada si
anak. Tentu, bukan berawal dari menyalahkan.
Kusadari juga dari hal ini, bahwa dengan memberikan kesempatan
berpendapat para siswa secara otomatis membuka peluang guru untuk lebih
menyelami sejauh mana pemahaman para siswa.
Yang paling berkesan di pelatihan ini adalah
pemaparan dari seorang native speaker, menggunakan bahasa Inggris, para peserta
merespon dengan bahasa Inggris juga. Dan langsung saja berpendapat, mengajukan
pertanyaan, bahkan berpikirpun menggunakan bahasa Inggris. Akhirnya aku
terpancing. Menyenangkan sekali berada dalam ruang itu.
Bandarlampung, 6 April 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar