Oleh: Desma H.
Pada selembar daun yang menceritakan tentangmu, perlahan kudengar lagi dari bisik malam yang sunyi. Sepotong rembulan dibawa berlari oleh awan-awan kelabu di langit yang jernih. Dari tatap, hanya bertemu di sudut. Bola matamu telah usang meramu rindu. Sedangkan pada catatan yang berlembar-lembar itu, ada airmata yang belum sempat kusingkap maknanya. Apakah engkau lelah mendamaikan paras yang rapuh? Kau akan temukan jiwanya retak-retak di tepian. Menanti oase yang hanya sebatas cerita. Kembali lagi kutemukan, di sudut. Rautmu nan menyimpan senyum, begitu sedikit.
Aku,
mendapatimu duduk dalam simpuh yang berlanjut hingga subuh. Mengapa airmata itu terpenjara? Dalam genggaman yang tak ingin kau rentangkan. Dari sini, aku mendamba cerita yang masih kau sembunyikan, di balik senyum menawan. Aduhai, rahasia itu menjelma bintang-bintang di langit. Gemerlap, menculik lamunanku. Bahwa, pada waktu tersebut, bayanganku menurut, menjelajah metafora yang berebut manja, mendekap kerinduan di seteguk diksi yang kau hidangkan dalam secangkir puisi.
Lampung Selatan, 8 Agustus 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar