Oleh: Desma H.
Sudah sepekan ini rumah Pak Ahmad berantakan, masih dalam proses renovasi. Genteng rumah pada bocor. Sempat mau ganti pakai atap baja yang lebih kekinian, tapi gagal, karena punya tetangga sempat diterbangin sama angin. Sedangkan Pak Ahmad belum bisa mengendalikan angin. Jangankan kendalikan angin ribut, mengendalikan sinyal saja masih belum bisa. Urusan kantor jadi terbengkalai saat sinyal acak-acakan. Tapi beliau sabar. Sangat pas dengan nama beliau, Ahmad Sabarudin.
Sepekan pengerjaan renovasi rumah, berjalan lancar. Biaya sudah beres di awal, borongan. Hari ini tinggal pengecatan dinding. Maklum, musim virus yang lagi viral, Pak Ahmad tergoda iklan cat merk tertentu yang konon katanya anti virus juga. Maka, dipilihlah warna biru, agar suasana semakin seru. Pengerjaannya, diserahkan pada tukang yang bekerja.
Satu ember besar cat, disiapkan. Hari ini yang bekerja hanya 1 tukang. Karena 2 tukang lain mau istirahat. Pengecatan, bisa ditangani sendiri, rupanya.
Kebetulan hari Sabtu, kantor libur. Pak Ahmad ikut juga mengecat, agar cepat selesai. Ia tak tega melihat pak tukang hanya kerja sendiri.
"Terimakasih, Pak. Saya dibantuin."
Pak tukang bahagia, karena tuan rumah begitu ramah. Baik hati pula.
"Tak apa, Pak. Sekalian gerak-gerak, olahraga ringan. Biar jauh penyakit."
Sahut Pak Ahmad, mulai menyapukan kuas.
"Cat zaman sekarang bagus ya, Pak. Nggak ada baunya. Pasti ini cat mahal."
Mendengar pernyataan pak tukang, Pak Ahmad gemetaran.
* * * * *
Keesokan harinya, pak Ahmad sekeluarga mengunjungi klinik. Bukan hanya sholat yang berjamaah, swab berjamaah pun beliau lakukan. Apapun hasilnya, beliau harus siap menerima. Dilihatnya anak-anak, masih asyik bermain. Sedangkan sang istri makan es krim.
"Ayah, ini es udah kadaluarsa ya? Kok nggak manis?"
Pak Ahmad memegang keningnya. Terasa makin berat. Dicobanya tepis pikiran negatif.
"Yang manis itu kamu..iya kamu.."
Bisiknya pada sang istri.
#singpentinghepi
Lampung Timur, Juli 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar