Oleh:
Desma Hariyanti
Rempah
kaya di perjamuan,
Irisan
dadu, berpadu
Mengunyah
pelan, dikuahi pedas - pedas,
Ditelan,
hmm…rasa yang khas.
“ Indak nampak urang nan lalu.”
Begitu
senandung didendangkan para pelagu.
Kelezatan
yang membuat abai sekeliling,
Pengobat
risau sanak rantau.
Hidangan
menambat pada piring berdaun pisang,
Mata
melebar, senyum mengembang, jiwa benderang.
Sate
padang terhidang,
Berkaca
-
kaca Mandeh dalam bayangan.
Memintal
doa begitu rapi, dibawa malaikat ke langit -
langit,
Menengok
umur nan sudah terlewat,
Aduhai,
banyak nian dosa tercatat.
Kerut
punggung tangan dan dahi,
Tak
kuasa biarkan pinta sembunyi,
Dipilih
-
pilihnya kata pada Sang Maha,
“
Tuhanku, percayakan aku sekejap saja.”
Kemudan
beranjak lagi buah tasbih, di bibir dan jemari.
Senja
telah tiba di pangkuan, dan ia belum juga berdiri.
Sate
Padang, habis kuganyang.
Tiada
wajahnya pada ponsel cinta.
Memang
sulit jalin kata pada udara,
Mungkin
tak perlu juga,
Bersurat
pun tak terbaca,
Hendak
bagaimana tanganku menyapa?
Surya
tenggelam mengubur para cahaya,
Dalam
letih kuusap namanya yang lara,
Tak
perlu kata -
kata,
Ia
menungguku hingga lini dunia.
Oh,
Bundo kanduang, jika jumpa sekejap
suatu ketika,
Sate
Padang lamak nian kubawa.
Rasa
sedap untuk disantap,
Karena
cinta selalu mendekap,
Kemudian
kita ceritakan pada semesta hingga terlelap.
Bandarlampung,
2 Maret 2018
Lolos seleksi lomba Puisi tema Makanan dan Manusia di Poetry Prairie Literature Journal, April 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar