Setidaknya masih tetap
ada engkau dalam kesendirian ini. Menemani lamunan yang sebenarnya tak ingin
aku hidupkan. Ada rasa malu kepada Tuhan ketika aku mengnangmu dalam diam.
Seharusnya engkau tajk ada. Karena Tuhan telah begitu bijak menggiringmu ke
arah tak tentu. Tak lain dan tak bukan, menurutku adalah cara tepat untuk aku
melupakan.
Yang maha mengetahui
keadaanku, tentulah lebih paham tentang segala ini. Mungkin aku pernah
menyintaimu sedemikian akut, hingga sebaiknya rasa yang ada itu luluh. Kemana
dialirkan aku juga tak paham.
Entah bagaimana pula
semalam aku bisa benar – benar ingat. Bahwa kau muncul di mimpi yang membawaku
kian rentan dengan keadaan yang semakin kacau balau. Untuk sekian rasa yang
pernah ada, dalam mimpi pun sesungguhnya kau tak ingin meninggalkanku.
Duhai, seorang yang belum
tahu bahwa aku begitu dalam menyinta, bagaimana mungkin aku kian agungkan rasa,
sedang langit sudah bosan memandang kengerian yang akan menghujam dari
reruntuhan rasa yang kian membukit dari waktu ke waktu. Sampai di saat yang
seharusnya aku sudah bisa memutuskan untuk tak lagi mengenang. Justru di saat
inilah aku kian sesak. Terasa berat untuk melepaskan, terasa pedih untuk aku
menyisihkan.
Aku, ingin menyamarkanmu.
Di sebuah malam yang
hanya milikku.
Dan aku tak tahu.
Bersama ketidaktahuan
itu, aku mencoba mengerti tentang keadaan yang membuatku nyaman.
Dan aku tahu, saat itu
adalah, berada di dekatmu.
Bandarlampung, 24
februari 2012. Jumat.