Oleh: Desma H.
Catatan itu kututup perlahan, lembaran yang sejak tadi kubiarkan terbuka tetap kosong. berangsur usai waktu berlalu. Detik begitu pasti meninggalkan kekagumanku pada langit. Kosong, berawan, tak kutemukan gemintang, setidaknya di bentang mega yang tak sanggup kupeluk.
Setiap perkemahan selalu memiliki cerita yang berbeda. Maka lengkaplah perjalananku seharian ini, bertengger di sekolah dengan kesibukan nan membuat wajah senyum sumringah. Para tenda bermunculan, menyambut maghrib yang sakral. Jum'at ini akan berbeda. Aku menandai dengan serangkaian doa di petikan waktu. Menyisakan harap yang mengangkasa, dititipkan kepada desau angin, sampailah ke hadapan sosok-sosok penabuh makna. Riuh pada jiwa, menderma senyum yang tiada padam, setidaknya dari sini terobati para penganut luka.
Perjalanan semakin terbentang panjang. Beberapa diksi tetap menyendiri di sudut ruang. Sebagian lagi sembunyi, dan tak bersedia kuculik sebagai koleksi. Puisiku menggerutu, di tengah kepingan lagu. Nada yang satu-satu, berai.
Mereka tengah menyiapkan malam tanpa kantuk, meskipun mata telah menjerit untuk ditekuk. Ruang hampa yang telah mereka ciptakan, akan segera terisi dengan gumpalan rasa yang tak bisa dibaca mata. Namun di hati akan merencanakan kesan-kesan tersendiri untuk dikaikan dengan masa depan.
Mengukir sejarah esok dengan menapaki hari ini, kegembiraan yang menyamar dalam berat langkah. Juga takdir, yang membersamai jumpa, di setapak langkah beku. Akan tetapi, ramuan risau itu telah kehilangan pemiliknya. Pada waktu yang tercatat, pandangan tersesat, mungkin esok baru akan kutemukan warna lain dari penggalan cakra gama.
Bandar Lampung, 20 September 2025
00.07 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar