Oleh: Desma H., S. Pd.
Puisi yang konon katanya memiliki berlapis makna, akan semakin menarik jika pembaca juga mendapatkan tafsiran yang tepat. Oleh karena itu diperlukan wawasan yang luas serta kedekatan emosi antara penyair dengan pembaca.
Bagaimana pembaca bisa dekat, jika kenal saja tidak? Namun, itulah fungsi diksi. Ketika penyair piawai dalam memilih kata-kata, menempatkan pada bait yang pas, diikat dengan tema yang sesuai, maka diksi sederhana dengan pesan tertentu insyaaAllah dapat mencapai hati pembaca.
Betul kata orang bijak: sesuatu yang berasal dari hati, akan sampai ke hati pula. Begitu pula dengan puisi. Hal terbaik dari puisi adalah, ketika puisi dapat menggerakkan pikiran, dapat menumbuhkan empati, sanggup redakan amarah. Terpenting lagi, puisi itu bisa menjadi penyembuh, bagi keringnya jiwa. Betapa dahsyat peran puisi. Ingat, selisih dalam kata: puisi dan puasa ada pada 2 huruf vokal. Maka, bisa jadi kan perannya juga berdekatan?
Di lain kesempatan bisa kita diskusikan tentang puisi dan puasa. Sekarang kita cerna puisi baik karya teman kita di Sanggar Puisi Online. Susunan katanya tentu menyimpulkan bahwa penyair telah banyak membaca puisi. Mungkin tak hanya puisi. Bisa karya sastra yang lain. Selain itu ia juga membaca keadaan, peristiwa yang lumrah terjadi pada sekitarnya. Sehingga penyair di sini, santai saja menyampaikan sederet kata, untuk disiasatinya menjadi puisi.
Deskripsi latarnya terbangun langsung, saat ia menyajikan percakapan. Sah-sah saja dalam puisi memunculkan dialog. Dan penyair di sini telah berhasil membangun suasana. Tentu, menurut saya ia juga sudah berhasil menculik satu tema yang dekat dengan kita saat ini, untuk dipadukan pada konflik hati, kemudian diraciknya menjadi puisi.
MasyaaAllah, karya yang baik. Menyajikan hal penting, dari berbaris kalimat yang mampu sisipkan pesan, pada tema yang tepat. Selamat mencerna puisi berikut.
Keluhan
Oleh: Zulfikar Mzimal
Seorang pasien memasuki ruangan pemeriksaan
"Ada keluhan apa, Pak?" Tanya dokter
"Covid." Jawab pasien itu, singkat dan jelas.
Dokter itu mengernyitkan dahi
"Bagaimana bapak bisa tahu?"
"Tahu saja." Jawab pasien itu, dengan singkat lagi.
"Bapak kan belum rapid test." Kata dokter itu, bijak
"Tapi saya punya gejala-gejalanya, Dok." Kata pasien itu, yakin.
"Apa saja?"
"Keuangan saya batuk-batuk,
Makan minum tak sampai tenggorokan,
Hubungan keluarga saya memanas.
Sudah 14 hari saya ditinggal istri dan empat anak saya."
Dokter itu menghela napas panjang
Dilihatnya pasien itu dengan iba
Ada harapan di sembab matanya
"Pak, tidak ada yang bisa saya bantu untuk keluhan bapak.
Tapi bapak bukan orang pertama
yang mengeluhkan corona kepada saya.
Saran saya, tetaplah berusaha dan selalu berdoa."
Keren, sangat penuh penggambaran dengan keadaan
BalasHapus