Apa kau tahu tentang kesepian itu? bukankah
kau hanya merasakan kesepian itu di satu kali, ketika Tuhan menunda terkabulnya
doa. Dan kau merasa sepi sesepi – sepinya. Sendiri, sesendiri mungkin. Lepas
sudah segala yang kau rangkai tentang sebuah harapan.
Apa kau tahu tentang kesendirian itu?
Ketika dalam keramaian, kau hanya merasa
tegak bersama rangka. Yang lain bergerak tapi diam. Diam namun bergerak. Suara
yang tertangkap hanya dengung.
Jadi, katakan padaku, apa kesendirian itu?
seperti apa kesendirian itu? apakah, ada kata lain yang dapat menyajikan
kesendirian yang terdalam, kemudian berlanjut dengan kesepian yang
sesungguhnya. Apakah arti yang dapat kau suguhkan, untuk seorang aku, yang
tengah merasa entah untuk beberapa napas sisa ini.
Ada jeda yang hilang, di selang kekosongan
ruang yang menyusup. Ketika aku sedang berpikir. Dalam hampa itu ia meraja.
Sendiri yang menyudutkan kesendirian itu sendiri. Sehingga sesak, melukai juga
akhirnya.
Aku mencarimu, setelah kabut mendekat.
Dingin sudah terabaikan, sejak resah ini mendahului untuk aku lihat. Begitu
sempurna memaknai kesendirian. Hingga terabai perkara lain. Enggan untuk
mengakui betapa berartinya jumpa yang sekejap. Seperti sepenggal napas, untuk
melanjutkan episode. Yang belum usai, bahkan belum terencana diusaikan di mana.
Sejenak, aku rentangkan tangan. Merasakan kau menyusupi resah dengan bisik
kerinduan. Rembulan masih munculkan cahaya. Bulan yang gusar, antara
dirindukan, dan terabaikan. Dalam rentang tangan itu, mengalir kesejukan embun
yang telah terjelma olehmu. Oleh rasa yang aku ciptakan sendiri.
Adakah nyanyian kesendirian raja kelana
terhapus oleh keceriaannya? Bahkan suling bambunya mewakili gelisah yang tak
berujung. Ia sudah lupa dimana ceria itu. ia pautkan senyum untuk mengiris
kembali lukanya, kemudian berlanjut, berlanjut lagi luka itu. luka yang
diterima dalam kesendirian. Luka yang diabaikan dalam kesendirian. Luka yang
ditanam dalam kesendirian. Hingga terlupa, bagaimana rasa kesendirian itu
awalnya. Kapan ia mulai kesendirian itu, dan kapan ia akan mengakhiri, adalah
sesuai dengan judul perjalanannya.
Sendiri, sang raja kelana menjadi bijak.
Sendiri, ia mengusap kesendirian itu, dan ia itu adalah aku.
Begitupun engkau, mengembun. Seiring
mentari muncul, kita musnah perlahan.
Bersamaan dengan rasa yang pudar.
21:38wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar