Minggu, 17 September 2017

GAME ONLINE






“ Obi! PR! Ayo kerjakan!” Teriak Chika kakakku.
Perkenalkan, aku Obi. Obi Akroman nama lengkapku. Sekarang berusia 14 tahun. Hobiku adalah main game. Biasanya teman - teman mengajakku main bola setiap sore. Ah, mereka tak pernah bosan mengajakku. Dan aku juga tak pernah bosan menolak ajakan mereka. Mudah saja, kukatakan aku sangat sibuk. Tentu sibuk main game. Kemudian sosok yang berteriak tadi adalah, kakakku. Ia sangat perhatian dan terkadang baik. Lebih sering ia seperti monster, yang suka membangunkanku dengan teriakan yang mengerikan. Bisa membangunkan seisi rumah. Ia tak pernah terlewat untuk melakukan itu. Aku juga tak pernah terlewat untuk menutup telinga dengan bantal, jika suara adzan Subuh telah berkumandang. Itu pertanda teriakannya akan dimulai. Oh, beragam alasan untuk aku menolak terjaga. Semua manusia sepertinya mengakui bahwa suara adzan Subuh adalah kode, bahwa waktu paling nikmat untuk tidur telah dimulai. Chika, kakakku itu tak akan tinggal diam. Ia akan mengguyurku dengan segayung air tanpa basa - basi. Jika sudah sampai pada tahapan ini, aku harus menyerah. 

Daripada tak bisa tidur karena kasur basah, lebih baik aku terjaga sejenak untuk sholat Subuh. Tak lama, sekitar lima menit saja. Aku sudah hafal semua bacaan sholat sejak TK. Kemudian melanjutkan tidur. Jika sudah begini, Chika akan berubah bentuk menjadi seorang ustadzah. Semua hadits keluar. Hafalan Qurannya juga langsung berbunyi.
‘ Janganlah menyia - nyiakan waktu, Obi. Jika sudah selesai urusan yang satu, maka selesaikanlah urusan yang lain, Al Quran surat ke 94 ayat 7.’

Sebenarnya, saat ini bukanlah usai sholat Subuh. Hari ini libur. Sudah menjadi kebiasaanku untuk tetap berada di kamar untuk bermain game. Jadi begini, Teman. Aku adalah seorang gamer sejati. Telah banyak mengikuti kejuaraan game. Memang belum pernah menjadi juara, tapi aku tetap berusaha. Papa dan Mama sangat mendukung, karena kata mama, orang yang pintar bermain game itu sebenarnya cerdas. Ia banyak memiliki strategi - strategi. Perlu pemikiran dan analisa tinggi. Jadi, kesimpulannya aku bisa bermain game. Apalagi di hari libur. Aku lebih senang diam di kamar sambil membuka laptop. Sedangkan kakakku lebih sering bermain di luar rumah bersama teman temannya.

“ Ya, 5 menit lagi!” Jawabku.
“ Terserah lah, kamu kan pintar jadi tak masalah. Tapi besok dikumpul!”
Teriak Chika lagi. Aku keluar dari kamar sambil membawa buku dan pena, kemudian duduk di sampingnya. Mulai mengerjakan PR IPA. Tak perlu waktu lama untuk menyelesaikan kumpulan soal itu. Chika masih bergelut dengan kamus tebal Hasan Shadili.
“ Ah, sial. Banyak sekali soalnya.” Keluh Chika.
Aku melirik ke araknya. Lalu berdiri sambil membawa buku ke kamar.
“ Obi, mau ke mana?”
“ Main game.”
“ PR sudah selesai?”
“ Sudah.”
“ Berapa soal?”
“ 80. Tenang saja, otakku sangat cemerlang. Apa mau mengecek PRku?”

Ia menggeleng. Kutinggalkan Chika di ruang tamu. Sering sekali Chika kesal padaku. Karena beragam alasan. Mulai tak mau makan, malas mandi, bangun kesiangan, dan lain lain. Beberapa kali Chika menghancurkan laptopku, karena aku terlalu asyik main game. Aku selalu membeli yang baru. Uangku banyak, warisan dari kakek dan nenek yang telah meninggal. Dan untuk kali ini sepertinya Chika tak akan membiarkanku membeli laptop yang baru karena dia telah mencuri uangku di malam hari. 

KRIEET...
Chika tampaknya sudah selesai mengerjakan PR. Aku melirik. CTARR! Laptopku di bantingnya, aku langsung berdiri lalu meninjunya sekuat mungkin. Chika membalas. Sebenarnya ini keterlaluan. Tapi aku harus membalasnya, seperti di game. Aku tak ingin terkalahkan.
“ Ternyata kamu pandai beladiri, dari mana kamu belajar?” Tanya Chika.
“ Game!” Jawabku singkat.
Kemudian Chika memegang kedua bahuku dan membenturkannya di kaki kanannya. tiba – tiba…
PSTT JDARR DRRTT!
Laptopku yang tadinya rusak bergetar mengeluarkan suara. Satu tangan yang besar keluar dari layar laptop dan menarikku entah kemana.

Aku bangun di tengah rumput rindang di mana sebuah laptop dan earphone tergeletak di samping. Aku langsung memakainya dengan senang tanpa mempedulikan siapa pemiliknya. Saat di buka, isi laptop itu hanya game. Dengan wajah riang aku memainkan salah satu permainan berjudul “ Point Blank”,  tiba - tiba segerombolan orang membawa pistol besar menembaki. Aku terkejut melihat darah di sekujur tubuh,  tetapi aku tak mati. Aku tahu cara bermain game ini. Laptop ini adalah kuncinya, aku hanya perlu duduk diam memainkan game, jika laptop ini hancur diserang musuh. Berakhirlah game ini. Begitu juga nyawaku di dunia virtual dan dunia asli. Game ini mempertaruhkan nyawa bagi yang menganggap ini serius. Seketika ada seorang berbaju hitam mendekatiku.
“ Kamu seorang pemain yang hebat. Bergabung lah denganku!” Ajaknya sambil mengulurkan tangan.
“ Yosh.. aku Obi.”
“ Senturi.”
***
Setelah 5 tahun berada di game itu, aku dan Senturi memasuki game level terakhir. Sembari melihat daftar nama pemain di sana, dari 1637 player hanya tersisa 300 player yang masih hidup. Aku tahu game ini mempertaruhkan nyawa. Aku sama sekali tak mempedulikannya, karena aku muak hidup di dunia yang busuk itu. Tapi sekarang berbeda, aku dapat hidup lebih berwarna di sini. Dan inilah game terakhir yang bisa kumainkan.

Kali ini aku memilih icon di laptopnya dengan tulisan “ SWORD”, lalu muncul sebuah pedang di tanganku dan perintah kali ini adalah ‘Bertarung dengan patner sendiri’. Kami bertarung tidak melalui laptop, melainkan bertarung manual. Tak ada rasa takut sedikitpun. Aku lihat Senturi sudah siap dengan pedangnya. Dengan cepat aku menyerang Senturi menggunakan  pedang elucidator milik Kirito di anime Sword Art Online. Hampir tak terlihat gerakannya dan langsung saja terlihat sebuah pedang menancap di tanah. Aku melirik ke belakang mencari Senturi yang hilang tiba. Di kejauhan sana Senturi sedang membersihkan tangannya. Aku mendekat. Tiba - tiba, aku jatuh di arena dengan luka di perut. Aneh, aneh sekali. Bagaimana mungkin ini terjadi? Kesadaranku belum hilang.

“ Pernahkah kamu melihat kedalam menu utama? Player terkuat di sana adalah.”
Senturi membuka menu utama dan mengklik kata ‘play’ dan memperlihatkannya padaku, itu adalah menu yang memperlihatkan para player terkuat.
“ Kira? Itu, kamu?” Tanyaku terkejut.
“ Kamu tak akan bisa pergi dari game ini sebelum aku membunuh mu!”
Senturi sudah siap dengan pedangnya.
“ Siapa kamu sebenarnya? Siapa nama samaranmu yang lain?!”
“ Maaf ya, tapi sekarang kita tak perlu ada rahasia lagi. Ada satu hal yang harus kamu ketahui.”
“ Apa?!”
“ Sebenarnya namaku bukanlah Senturi ataupun Kira. Aku ini, Chika.”
Dengan cepat Senturi ah… bukan, Chika mengambil pedang excalibur yang tertancap di tanah. Sepertinya ia berniat menusuk jantungku. Pedang itu mendekat dan aku seperti terkunci. SLEP!
“ Tak semudah itu, Kakak.”
Dengan berlumuran darah di tanganku karena menahan pedang excalibur milik Chika alias Senturi, aku memegang erat pedang itu sampai Chika tak bisa mengambilnya, tanpa ragu aku menusukan pedan elucidatorku ke jantungnya. Dan selesai sudah Chika yang mulai menghilang menjadi butiran kristal.
“ Berhasilkah?”
Tiba- tiba sebuah pedang besar menghantam kakiku, pedih rasanya, secepat kilat aku mengambil pedang milik Chika yang tergeletak di depannya walau berlumuran darah.
“ Ternyata game ini belum selesai!”
Alkku sudah lelah. Dengan menggunakan ‘ skill sword double’ aku memotong kedua kaki monster yang memegang pedang besar itu. Aneh, bukannya mati, malah jumlah monster itu bertambah banyak. Berkali - kali aku menyerang monsteri itu tetapi nyawanya bertambah drastis.
“ NPC? Pasti NPC!” Yakinku dengan pikiranku yang kelelahan. Tapi dengan cepat monster itu menyerang laptopku dan selamat tinggal dunia untukku.
***
“ Bangun, Obi! Sudah mau magrib. Kamu ini keterlaluan sekali. Dari tadi dibangunin, benar - benar tidak bangun juga.”
“ Senturi! Kamu Senturi!”
“ Senturi? Makanya jangan ngegame terus. Sudah dibilangin jangan tidur kalau selepas ashar. Bisa linglung. Sana cepatan mandi. Siap - siap sholat magrib.”
“ Magrib?”
“ Jangan - jangan kamu belum sholat Ashar?”
Aku mengangguk. Wajahnya berubah. Sebelum hal yang lebih mengerikan terjadi, cepat - cepat kuberanjak.
“ Obi..!”
Teriakannya terdengar sudah jauh. Kulihat jam dinding, sudah setengah enam. Kepalaku berdenyut. Memangnya aku tadi tidur jam berapa? Benar - benar tidak ingat. Berjalan terhuyung menuju kamar mandi. Tadi sepertinya semua nyata. Aku masih baik - baik saja. Kulihat kalender, masih 2016. Sungguh perjalanan yang lama. Alhamdulillah, aku masih bisa kembali. Dari mana saja aku sebenarnya tadi? Nanti kupikirkan.


Bandarlampung, 6 Agustus 2016


Biodata Penulis

Assalamu’alaikum WR.WB
Hai! Namaku Aishalza Nahdia Al-Kasturi! Aku dilahirkan di Kotabumi,19 September 2003. Keluargaku dilengkapi oleh Ibu yang bernama Sriwidarti, Ayah yang bernama M.Kastur dan kakak laki laki bernama M.Ardan Al-Kasturi aku anak ke-2 dari 2 bersaudara.Maniak Anime dan Manga Jepang.

            Hobiku yang paling utama adalah menggambar selain itu adalah membuat komik, menulis,membaca komik atau novel, menonton film atau anime, bermain game, bermain laptop, karena itu aku menjadi minus 5. Cita citaku menjadi Dokter, hafidzoh,Komikus ,animator,Pengusaha, pelukis, dan masih banyak lagi.Sekarang aku bersekolah di SMPIT Permata Bunda Islamic Boarding School, kelas 9 Umu Salamah, makanan dan minuman kesukaan ku terserah aja sih, yang penting halal. Jika ingin mengenalku lebih dekat Facebook Aishalza Nahdia!


Ini adalah cerpen seorang murid saya, yang telah diterbitkan di Koran Radar Lampung, Minggu, 16 September 2017, kolom Sastra Milik Siswa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH TELAH SINGGAH

Perjalanan hidup manusia berputar seperti roda. Suatu saat akan berhenti, bila telah tiba di tujuan. Namun, adakalanya roda itupun berhenti karena hambatan. Hidup beserta masalah adalah lumrah. Memang demikian adanya. Hidup tanpa masalah mungkin juga ada. Akan tetapi, itulah masalahnya, mengapa bisa tidak ada masalah? Normalkah?

Maka kembali pada bagaimana kita menyikapi. Terbelit dalam kerumitan, pikirkanlah solusi; bukan kesulitannya. Karena hal ini akan menjelma beban.

Serahkan pada sang Penguasa semesta, karena Allah swt maha berkehendak. Entah bagaimana penyelesaiannya, terkadang tak pernah sedikitpun terbayang dalam pikiran. Lantas untuk apa lagi ragu? Bila tak sanggup membina diri, bersama iman dan taqwa padaNya, tunggulah kebinasaan itu dari jalan yang tak disangka -sangka.




Yang Akan Dibanggakan

Yang Akan Dibanggakan
Menara Siger Lampung