Selasa, 17 April 2012

Malam yang menyajikan berbeda.


Setidaknya masih tetap ada engkau dalam kesendirian ini. Menemani lamunan yang sebenarnya tak ingin aku hidupkan. Ada rasa malu kepada Tuhan ketika aku mengnangmu dalam diam. Seharusnya engkau tajk ada. Karena Tuhan telah begitu bijak menggiringmu ke arah tak tentu. Tak lain dan tak bukan, menurutku adalah cara tepat untuk aku melupakan.

Yang maha mengetahui keadaanku, tentulah lebih paham tentang segala ini. Mungkin aku pernah menyintaimu sedemikian akut, hingga sebaiknya rasa yang ada itu luluh. Kemana dialirkan aku juga tak paham.

Entah bagaimana pula semalam aku bisa benar – benar ingat. Bahwa kau muncul di mimpi yang membawaku kian rentan dengan keadaan yang semakin kacau balau. Untuk sekian rasa yang pernah ada, dalam mimpi pun sesungguhnya kau tak ingin meninggalkanku.
Duhai, seorang yang belum tahu bahwa aku begitu dalam menyinta, bagaimana mungkin aku kian agungkan rasa, sedang langit sudah bosan memandang kengerian yang akan menghujam dari reruntuhan rasa yang kian membukit dari waktu ke waktu. Sampai di saat yang seharusnya aku sudah bisa memutuskan untuk tak lagi mengenang. Justru di saat inilah aku kian sesak. Terasa berat untuk melepaskan, terasa pedih untuk aku menyisihkan.

Aku, ingin menyamarkanmu.
Di sebuah malam yang hanya milikku.
Dan aku tak tahu.
Bersama ketidaktahuan itu, aku mencoba mengerti tentang keadaan yang membuatku nyaman.
Dan aku tahu, saat itu adalah, berada di dekatmu.

Bandarlampung, 24 februari 2012. Jumat.



terkenang


Aku ingin mengembalikanmu ke dalam hatiku, sehingga menjadi utuh.
Namun kau terlanjur pergi jauh.
Setelah ini, andai kau ingin ciptakan jumpa,
Datanglah, dimana tempat itu akan mengingatkan kita, 
Pada doa, dan Tuhan yang mencipta segala
Termasuk rasa yang sekarang kita anggap istimewa.

Bandarlampung, 20 maret 2012
22:00 wib

catatan harian


Rabu, 18 april 2012

Aku ingin menjadikanmu seperti dulu,
Dekat yang tak perlu lagi diragukan, bagaimana hati kita bertemu dan berbincang.
Sebenarnya aku ingin lagi seperti dulu, bersama kita dalam segala penghambaan, dan tujuan yang jelas tentang bagaimana puisi itu tercipta, dan kepada apa kita persembahkan.
Kemana engkau yang dulu? Dan kemana pula aku yang dulu? Mengapa kita menjadi pertikel yang sudah hilang bentuk? Padahal kita sama – sama hidup untuk mengagungkan cinta.

Kepada sesosok yang kucinta, namun tak sanggup aku untuk meminta cintanya, sedangkan ia sudah hendak berlalu. Nampaknya aku sudah harus siapkan lagi untuk rasa kehilangan. Duhai, kemana hendak jiwa berpenopang? Sedang di sekeliling telah mengumbar semua kesakitan. Ya Tuhan, bagaimana pedih ini kemudian tercipta setelah dekat kemudian menjauh darinya. Ya Tuhan, betapa rasa ini semakin indah, namun juga menyisipkan derita berkepanjangan. Benarlah cinta yang terlalu berpengharapan, maka luka – luka yang tiada berpenentram menjadikan hati ini bisu untuk sekedar kembali merangkaikan definisi rasa yang sebenarnya ada.

Duhai, sesosok, duhai seesorang, entah dengan sebutan apa lagi aku memanggilmu? Aku menyudutkan rasa tapi tak mampu. Saat berhadapan, maka hanya diam. Saat dekat, maka hanya sejenak terobati, untuk kemudian kembali lagi. Pedih. Sebagai nuansa yang tak tertandingi untuk kemahaan cinta yang mungki belum tepat.

TERIMAKASIH TELAH SINGGAH

Perjalanan hidup manusia berputar seperti roda. Suatu saat akan berhenti, bila telah tiba di tujuan. Namun, adakalanya roda itupun berhenti karena hambatan. Hidup beserta masalah adalah lumrah. Memang demikian adanya. Hidup tanpa masalah mungkin juga ada. Akan tetapi, itulah masalahnya, mengapa bisa tidak ada masalah? Normalkah?

Maka kembali pada bagaimana kita menyikapi. Terbelit dalam kerumitan, pikirkanlah solusi; bukan kesulitannya. Karena hal ini akan menjelma beban.

Serahkan pada sang Penguasa semesta, karena Allah swt maha berkehendak. Entah bagaimana penyelesaiannya, terkadang tak pernah sedikitpun terbayang dalam pikiran. Lantas untuk apa lagi ragu? Bila tak sanggup membina diri, bersama iman dan taqwa padaNya, tunggulah kebinasaan itu dari jalan yang tak disangka -sangka.




Yang Akan Dibanggakan

Yang Akan Dibanggakan
Menara Siger Lampung