Jumat, 02 Desember 2022

Wedang Kenangan

 Oleh: Desma H. 




Alhamdulillah, akhir Oktober aku mendapatkan hadiah jalan-jalan. Judulnya adalah pendamping study tour sekolah. Kebetulan aku wali kelas 8 Dewi Sartika, maka amanah penting terhadap bangsa dan negara pun tersandang di pundakku. Daripada memikirkan tugas pendampingan yang seolah berat, kupilih membuat label yang menggembirakan di pikiran. Aku dapet rezeki dadakan. Jalan-jalan Bandung-Yogyakarta. Biaya anak-anak Rp. 2.000.000/ orang. So, anggap saja aku mendapatkannya secara cuma-cuma. Bukankah ini rezeki yang nggak bisa dihapuskan dari pandangan? Urusan capek mah... jangan dihitung-hitung. Nanti makin nggak sehat jiwa. Haha... 

Persiapan demi persiapan dilakoni dengan ceria setiap saat. Bahkan sampai hampir bermalam di kantor. Menyiapkan snack guru, bahkan ikut terlibat di pencetakan buku panduan. Kalau keberangkatan sudah di depan mata, maka segala penanggungjawab akan bekerja serabutan. Semuanyaaaa... dikerjakan.

Akhirnya,

Aku sakit juga. Sebenarnya sudah agak kerasa kurang fit. Tapi tetap dipaksakan. Berharapnya badan bisa sembuh dengan tetap mengondisikan pikiran tetap bahagia. Ternyata, aku tak bisa. Aduhai, batuk pilek menjadi. Badan demam, sejak Jum'at. Maka di hari Sabtu aku tak lagi ke sekolah. Fokus istirahat. Bahkan packing baru 50%.

Malam harinya, demam tinggi. Aku langsung wa Waka. Kesiswaan bahwa kondisiku tak memungkinkan untuk berangkat. Dan meminta untuk digantikan saja. Karena, sakit dalam perjalanan pastilah akan merepotkan orang lain. Bukannya mendampingi siswa dan mengurusi mereka, malah aku yang diurusi nantinya. Kan, sungguh-sungguh terlalu diriku. 

Namun jawaban waka. Kesiswaan sungguh di luar dugaan. Beliau tetap memintaku untuk istirahat. Tentu, harapannya aku bisa tetap berangkat. Baiklaaah, Sabtu full istirahat. Packing tak lagi disentuh. Urusan keberangkatan yang menyangkut banyak orang sudah beres. Tinggal persiapan pribadi saja. Benar-benar kuabaikan. Karena rasanya tak sanggup untuk lanjut. Sakitku kian menjadi. Pukul 03.00 WIB, puncaknya. Badanku menggigil. Di sana langsung ku wa Wakasis, bahwa benar-benar tak sanggup. Dan beliau memberi balasan yang membuatku tertohok:

"Wa'alaikumussalam.. miss Des..aku aja yg jd pendamping anak2.. tp aku msh berharap Allah kasih kesehatan di siang nanti utk dirimu 🥹."

 Aku hanya berkemul dengan selimut tebal sebanyak 2 lapis. Badan panas tinggi. Namun dingin terasa di dalam. Usai tahajud, aku kembali terlelap. Dan di sanalah terjadi keajaiban. Dalam sujud Subuh. Seusai salam, tetiba dingin menghilang. Perlahan badan bertambah hangat. Hingga akhirnya aku bisa meluruskan badan. Dengan badan yang panas, masih memungkinkan untukku bergerak, ketimbang dingin menggigil. Sepertinya sehat. Wah, doa wakasis dahsyat juga. Maka kulanjutkan packing pagi Ahad. Dan kukirimkan WA ke wakasis. Mengabarkan bahwa aku bisa berangkat. Beliau senang. Akhirnya aku berangkat bersama rombongan dengan kondisi tubuh yang panas. 

Ketika memasuki bus, badan berubah lagi. Kali ini dingin tiba-tiba. Alhamdulillah, posisi dudukku di belakang pojok. Tirai kubuka. Kubiarkan panas terik matahari mendekap. Berharapnya badan bisa semakin baik. 

Perjalanan berlanjut. Batuk menjadi. Demam tak terkendali. Namun, badan tetap kuusahakan tegak. Mengurai senyum. Agar tak terlihat sakit. Sesampai di Yogyakarta, masuk ke hotel Cordela. Hanya berdiam di kamar,  istirahat.  Batukku semakin mengerikan. Berdahak, dengan warnanya kehijauan. Berarti batukku karena bakteri. 

Minum beberapa obat. Dengan bersiap badanku bisa semakin sakit jika mengonsumsi obat kimia. Setelah sembuh dari Covid, aku tak lagi minum obat kimia,  karena badan bisa semakin sakit, bahkan sampai tak bisa bangun dari tidur. Sungguh menakutkan. 

Ketika ada rapat dengan tour, di hotel, aku memesan minuman yang bisa melerai demam. Wedang ronde, Wedang jahe, atau lainnya. Ternyata tidak ada. Hanya menyediakan Wedang Uwuh. Wah, apaan neh? 

Setelah mendengar penjelasan sedikit tentang Wedang Uwuh aku langsung mengiyakan. Dari tampilannya Sungguh memesona. Sajiannya bagus dan menarik. Untuk rasa, MasyaaAllah... Langsung bikin merinding. Beragam rempah: kapulaga, kayu manis, irisan batang Secangkir, daun-daunan yang lain berkerumun jadi satu, diseduh dengan air panas, sehingga warnanya menjadi merah. Aku ingat air PK, yang biasa digunakan untuk membersihkan luka. 

Wedang Uwuh tersaji cantik, ditemani gula batu. Kuseduh dengan tulus ikhlas, berharap sakitku mereda. Alhamdulillah, usai rapat bersama pihak tour, dan juga rapat SAKOSIT persiapan Kemnas. Dalam kondisi sakit harus muncul dengan semangat, menjadi MC dadakan pula. Sungguh mencengangkan. Akhirnya, bersambung rapat kemnas di kamar hotel. Perlahan badanku terasa hangat. Tepat pukul setengah 12 malam aku memutuskan untuk mandi. Setelah mandi, aku merasa sehat, barulah tidur. 


Wedang Uwuh, Wedang sampah kalau kata orang Jawa, ternyata memberi dampak yang oke banget. Sebelum meninggalkan Yogyakarta, aku melihat bungkusan racikan Wedang Uwuh di toko oleh-oleh. Langsung kudekap 1 pak. Untuk kuminum bersama keluarga di rumah. Kali ini Wedang Uwuh benar-benar mengaitkanku kembali pada Yogyakarta. Kota yang selalu memadatkan rindu. Untuk kemudian dilerai-lerai di setiap pijakan kembali saat ke kota ini lagi. 



Bandarlampung, 2 Desember 2022

Bandung-Yogyakarta, 31 Oktober-5 November 2022


Kamis, 01 Desember 2022

Ipin Upin

 Oleh: Desma H.




Kamis kemarin aku mengawas Ujian Akhir Semester di kelas 9 Raden Inten. Kuulas sedikit, karena memang ada hal unik terjadi di kelas ini. Pertama masuk, sorak sorai dari seisi kelas mewarna. Seperti biasa kulemparkan senyum pada mereka, meskipun tertutup masker. Masuk kelas ini bawaannya ingin tertawa saja. Mereka sudah kelas 9, tapi kelakuannya masih ya.. benar-benar kekanak-kanakan. 

Kemudian kulambaikan tangan ke arah CCTV. Biasanya ada yang memantau dari pusat rekaman CCTV. Keren juga kan kalau dilihat begitu, serasa artis. 

Iqbal masuk kelas dengan melambaikan tangan padaku. "Hai." Ucapnya. Kuanggukkan kepala sembari membalas lambaian tangannya, "Hai juga." Nah, hal unik semakin terlihat. Ada beberapa anak yang botak. Aduhai lucu, sembari menunduk-nunduk. Aku belum mau mulai bertanya. Biasanya malu mereka. Pastilah itu kena hukum. Lumayan berat kesalahan. Tapi, makin terlihat sholeh, karena ditutupi oleh peci. Dan nampak seperti tentara muda yang baru masuk pendidikan. Haha... 

"Kalian ini... Tempo hari Ms. Des tinggal naik Gunung, si Ridho jadi ikan. Kemarin baru ditinggal sehari saja, sudah pada jadi biksu. Oh em ji..." 

Akhirnya cerita demi cerita bertalian. Mereka bersuara bertumpuk-tumpuk. Dapatlah ditarik kesimpulan. Meskipun kemarinnya aku tak masuk sekolah, masih bisa tetap ikuti perkembangan kejadian di sekolah melalui group WA. Ada pelanggaran yang mereka lakukan rupanya. 

Kulirik sedikit-sedikit wajah para pelaku. Ternyata mereka makin lucu. Uniknya, raut sedih tidak ada. Malah mereka tetap terlihat bergembira, tapi tak tahu di kedalaman hatinya. Ketika mereka mengumpulkan lembar jawaban, kuambil secuplik wajah mereka. Sebelumnya mereka adalah anak-anak yang manis. Sekarang, Sepertinya semakin manis. Haha... 



Bandarlampung, 2 Desember 2022

Rabu, 30 November 2022

Janji

 Oleh: Desma H.



Telah tunai janji padamu, Ayahku. 




Anak kecilmu selesaikan tugasnya di sepuluh tahun mendekap gelar mahasiswa. Dulu kita antarkan di gerbang Unila, bergantung gelar calon dokter di lehernya. Kini, kita lepas ia di patahan lempeng yang benar-benar memautkan kembali hati nan patah dengan cita-citanya. Gelar perawat pun diikatkan pada tangannya yang rapuh.



Aduhai, Ayahnda. Betapa damai wajah Emak saat melangkah ke depan. Anak kecilmu kembali membawa kebanggaan untuk bidadari yang tegar itu. Digiringnya menuju sorak sorai peraih label mahasiswa terbaik pertama. Yaa... Robbana. Betapa air mata menjadi teman pelerai luka-luka. 



Ayahku, 

Kita antarkan di sana, kemudian kita sambut di tempat berbeda. Namun, tekad membaja telah dipancangkan. Dunia kesehatan menjadi pilihan baktinya. Lihat, betapa rasa bahagia terbungkus sempurna pada gumpalan senyum dan haru air mata. 




Bandarlampung, Wisuda Akper Baitul Hikmah dan Akper Bunda Delima 

Rabu, 30 November 2022

Rabu, 16 November 2022

Kutukan




Oleh: Desma H.



Setelah pertapaan agung beberapa hari di Gunung Hwa Quo, ilmu kanuragan pun bertambah. Hari ini masuk kelas Dewi Sartika, anak-anakku tidak lengkap. Ada beberapa yang sakit. Seperti biasa, aku bertanya kepada para siswa yang masuk. 

"Apakah mereka benar-benar sakit? Atau sakit pura-pura?"

Kemudian serangkaian jawaban muncul. Namun aku lebih senang menangkap jawaban dari gesture tubuh mereka. Kejujuran lebih terlihat. 

Lanjut mengajar di kelas 9 Raden Inten. Baru masuk, sudah disuguhi brand kelas. Beradab, Santun, Tawadhu. Keren banget. Kemudian aku dikejutkan dengan botol mineral kemasan 500 ml, yang berisi ikan hias. 

"Kenapa ada ikan di sini?" Kubertanya sedikit heran. 

"Itu Ridho, Miss." Seorang menjawab dengan jelas. 

"Oh, Ridho, apa yang terjadi?" Ucapku sembari menyapa ikan kecil berwarna putih dan orange keemasan itu. 

"Ridho jadi ikan, Miss." Suara-suara semakin riuh. 

Mataku menyergap seisi ruang kelas. Tak kutemukan Ridho di tempat ia biasa mangkal. Kali ini Dzaky yang duduk di sana. Aduhai, Ridho benar-benar raib. Kudekati meja guru lagi. 

"Ridho yang malang..." Ucapku seraya memegang botol kecil itu. Ridho yang kena kutuk begitu asyik berputar-putar di air. 

Kumulai pelajaran Bahasa Inggris. Melanjutkan listening activity dari buku New Frontiers. Masuk BAB 5, What's cooking? Tema makanan adalah bahasan menarik. Pas banget di hari Kamis. Semua lagi pada puasa. Bakalan kepingin dah, baru melihat gambar. Menggoda nian. 

Sound speaker besar sudah dibawa oleh kelas 9 Cut Meutia. Padahal mereka listeningnya masih jam terakhir. Alhasil, kelas 9 RI, memakai Simbadda. Sungguh memakan waktu, karena kabelnya juga sering bermasalah. Tak apa, kucoba saja. Meskipun mereka mulai menggelitik, menyampaikan usulan, "Tak usah belajar, istirahat saja." Aku tak tergiur. Haha...

Sesuai prediksi, speaker is in trouble. Maka kumanfaatkan waktu untuk cek kehadiran. Sembari memastikan wajah mereka tetap sama, tidak ada yang berubah karena trend oplas. Dimulai dari Farel, lanjut, lanjut, dan selanjutnya. Ada 2 orang yang sakit. Iqbal kemarin sakit, sudah masuk sekolah. Sampailah pada Ridho Tri Sya, aku suka memenggal nama ini. Menurutku lebih kece. Seperti berada di zaman kerajaan-kerajaan dulu. 

"Itu, Miss." Jawab seseorang, sembari menunjuk botol yang berisi ikan mungil. 

"Oh, berarti Ridho hadir ya?" Lanjutku memastikan. 

"Iya, Miss." Jawab mereka kompak. 

"Baiklaaaah... " Aku tak mendapatkan jawaban mengapa sosok ini menghilang dari kelas. Mungkin sebentar lagi, di saat waktu yang tepat. Aku akan menemukan jawabannya. Dalam hati sungguh bersyukur, ketika kubertanya, respon mereka tidak lagi:

"Kamu nanyeak?"



Batu Putuk, 18 November 2022


Rabu, 13 Juli 2022

Gedung Baru

 Oleh: Desma Hariyanti 


Perpindahan gedung IBS ke lokasi yang baru. Sungguh menguras energi dan pikiran. Pada akhirnya kami seperti membangun kembali peradaban. Jauh sekali tempatnya. Jika di google map terdeteksinya Hutan. Sungguh sesuatu sekali. Kemarin aku sempat bilang 3 T. Terjauh, Terindah, dan Terpercaya. Haha. 

Tapi hari ini 3 T negatif berubah. Sinyal Wi-Fi sudah ada. 

Covid 19

 Oleh: Desma H.



Perjalanan covid-19 tetap santer. Orang mencoba tak peduli, tapi tetap saja muncul. Sejak Juli 2021 terjangkit, 10 hari kemudian dinyatakan negatif. Namun indra penciuman belum kembali berfungsi. Tepat 40 hari pasca dinyatakan sembuh, aku kembali sesak napas. Kali ini posisi sedang di kampung. Tidak sakit, tidak ada pemicu Asma, tapi langsung sesak napas. Baru mereda di tengah malam. 

Saat itu aku merasa napas yang sulit. Pasrah, dan tetap mengingat Allah. Kemudian aku ambil Al-Qur'an, membacanya dengan tersengal-sengal. Sedangkan Emak menangis. Tak lama, napasku sedikit melanggar. Sekitar pukul setengah 3, baru bisa istirahat. Keesokan harinya info-info orang berpulang kembali marak. Tetangga satu desa, juga info-info di group WA. Setiap kabar kematian muncul, maka ketakutan menyergap. Meskipun jika ditanya ulang, kenapa takut? Yah, karena bekalan yang masih ngepres. 

Sudah lengkap vaksin. Tapi kena juga. Prokes, super rajin dan patuh. Tetap kena. Wallahu'alam. Tapi hikmah dari sakit ini, aku jadi tidak lagi mengonsumsi obat-obatan komia. Empat belas hari dalam covid, isolasi mandiri, serta desakan adik-adik yang nakes, memaksaku mengonsumsi obat-obatan. Tujuh butir sekali minum. Namun aku membandel. Yang kuminum hanya 3 butir. Karena, ada obat-obatan tertentu yang memang tidak bisa kukonsumsi. Tempo hari pernah sakit, kemudian minum obat tersebut, efeknya aku linglung. Maka, obat itu kublacklist. 

Ada lagi obat alergi yang memang sudah biasa kukonsumsi. Ketika isoman, efek obat ini cukup mengerikan. Badan tidak bisa digerakkan. Aku tak bisa bangkit dari tempat tidur. Maka, obat ini tidak lagi kukonsumsi, hingga saat ini. Sehingga saat isoman, hanya 3 butir obat yang kuminum. Kalau kata adikku, aku sendiri dokternya. Dosis atur sendiri. Sembari kesal. Kubiarkan saja. Karena badan yang merasakan kita sendiri. Jika terasa tidak baik, kenapa harus dimakan? Semakin ke sini, segalanya berjalan normal. Penciuman tidak balik juga, bahkan sudah 6 bulan pasca sembuh. Tempo hari pernah pulih sebentar, namun hilang kembali. Konsultasi dengan dokter, hasilnya hanya: dilatih terus. Ingin tertawa rasanya. Di meja kerja, perfume, minyak kayu putih, balsam, hand sanitizer, tersedia untuk terapi aroma. Tapi hasilnya sama. 

Satu hal lagi, tempo hari after vaksin, tangan kiriku tidak bisa diangkat. Sungguh tersiksa jika harus memakai pakaian model kaos oblong atau terusan. Sulit. Konsultasi ke dokter, cukup dengan dikompres. Wow... Nggak solutif. Rasa sakitnya benar-benar menghilang setelah 30 hari. 

Setelah covid, kondisi kesehatan makin memburuk. Hampir setiap bulan sakit. Dan di tanggal yang sama. Kemudian tangan yang divaksin selalu sakit duluan. Pekan depannya baru demam, atau asma kambuh. Tapi ini bukan karena Asma. Karena beda sesak napasnya. Yang pasti napas makin pendek. 

Sampai akhirnya Desember kemarin, ketika sedang tidur, tetiba sesak napas. Aku terjaga, mencoba menyamankan diri. Sembuh. Kemudian keesokan harinya kudengar kabar bahwa teman-teman yang terkena long covid pada kambuh. Wah, jadi serem.

Januari awal, info booster vaksin menggila. Seperti biasa di sekolahku, menjadi Wajib. Semua vaksin, terkecuali yang tidak ingin. Setelah Konsultasi dengan dokter, melihat kondisi kesehatan yang belum pulih, saya tidak ikut vaksin. 

Januari akhir, aku sakit. Dengan ciri-ciri yang sama dengan Covid. Adikku langsung mengklaim: covid. Tanpa swab. Kemudian saya ajak berbincang santai. 

"Dek, alat swabnya model baru atau masih sama seperti yang dulu?"

"Sama." Jawabnya lancar. 

"Terus gimana bedain hasilnya orang kena covid yang dulu, delta, atau omicron?"

Dia diam. Nggak bisa jawab. Oke, fixed. Aku tidak swab. Hanya dia berikan obat-obatan, dan dia pasti tahu aku tak akan minum. Tapi hari ke-2 akhirnya aku minum paracetamol. Lebih ngeri lagi, merk obatnya MIRASE. Dalam hati beristighfar. Ampuni aku ya Allah. Aku minum Miras*. Siangnya aku ragu mau minum obat lagi. Maka kepotong 2, hanya minum setengah. Ini adalah kali pertama minum okim setelah selesai Covid. Badanku masih belum bisa menerima obat-obatan. 

Hari ke-3 mulai batuk kering. Tapi masih ada kerasa lendir yang memang harus dikeluarkan. 

Selasa, 18 Januari 2022

Mobil





Oleh: Desma H.



Kali ini aku menceritakan keponakan kecilku yang berusia 3 tahun. Ia memiliki sebutan khusus untuk benda-benda tertentu. Meskipun orangtuanya sudah mengajarkan dengan yang sebenarnya. 

Mobil: ino

Keong: engkong

Cokelat: engkiok

Pedas: huhah

Kakak: akak

Bunda: ina

HP: ipi

Kamus baru yang lucu. Sempat terlintasi, jangan-jangan ini bahasa suatu negara atau suatu sukunya tertentu, yang memang aku tidak tahu. Dan ini adalah satu ino nya yang terbawa olehku sampai ke sekolah. 

TERIMAKASIH TELAH SINGGAH

Perjalanan hidup manusia berputar seperti roda. Suatu saat akan berhenti, bila telah tiba di tujuan. Namun, adakalanya roda itupun berhenti karena hambatan. Hidup beserta masalah adalah lumrah. Memang demikian adanya. Hidup tanpa masalah mungkin juga ada. Akan tetapi, itulah masalahnya, mengapa bisa tidak ada masalah? Normalkah?

Maka kembali pada bagaimana kita menyikapi. Terbelit dalam kerumitan, pikirkanlah solusi; bukan kesulitannya. Karena hal ini akan menjelma beban.

Serahkan pada sang Penguasa semesta, karena Allah swt maha berkehendak. Entah bagaimana penyelesaiannya, terkadang tak pernah sedikitpun terbayang dalam pikiran. Lantas untuk apa lagi ragu? Bila tak sanggup membina diri, bersama iman dan taqwa padaNya, tunggulah kebinasaan itu dari jalan yang tak disangka -sangka.




Yang Akan Dibanggakan

Yang Akan Dibanggakan
Menara Siger Lampung