Jumat, 17 April 2020

Menulis Puisi






Oleh: Desma Hariyanti



"Show it, do not tell it."


Itulah puisi. Bagaimana perasaan kita? Ketika melihat satu lukisan, tanah retak tempat kita berpijak, nan jauh di sana, ada bukit yang tinggi. Air terjun mengalir. Ada masjid mungil kokoh berdiri. Pepohonan juga masih subur. Namun, tanah yang kita injak, kering gersang.
(Gambar bisa dilihat pada postingan di blog ini, berlabel Karya)

Apakah di lukisan tersebut ada kata-kata yang disematkan oleh pelukis? Apakah dari lukisan tersebut, bisa menunjukkan perasaan pelukis? Ya, tepat sekali. Pada lukisan tersebut, tiada kata. Urusan perasaan, pelukisnya saja denga Tuhan yang tahu. Tapi, kita boleh dong berkomentar.

Begitu pula dengan puisi. Itu sebab saya tulis di awal. Show it, do not tell it. Tunjukkan, bukan diceritakan.

(1)
kau...
iya, kamu. yang selalu hadir dalam mimpiku,
membuatku tak bisa tidur dalam malam.
sulit makan,
bayanganmu muncul dalam pikiran,
aku hanya berteman air mata,
kepada Tuhan aku mohonkan,
kamu tetap tersimpan,
untukku saja,
kamu yang jadikanku bahagia.


Bagaimana puisi di atas?

(2)
kau, mencengkeram mimpi,
mencekik tawa,
bayang bersahaja,
air mata berkawan doa,
sampai pada-Nya.
wahai, pengisi rindu jiwa.

Bagaimana dengan puisi yang ke 2?

Baik, keduanya bisa dikatakan puisi. Saat ini zaman demokrasi. Bahkan puisipun dibebaskan dari aturan-aturan. Untunglah tidak sampai masuk penjara tuh puisi. Meskipun sudah banyak korbannya. Iya, korban digombalin sama puisi. Tuh, yang muda-muda, pasti senyum-senyum.

Bahkan, rumah sakit juga menampung para pasien, korban puisi. Gara-gara dibohongin pakai puisi. Duh, bahaya kalau puisi disalahgunakan. Ya, sudah biarkanlah. Begitulah puisi. Tetap berguna bagi nusa, bangsa, dan agama.

Puisi (1), mewakili perasaan penulisnya. Siswa saya banyak yang seperti ini alirannya. Para penulis itu, jujur pada karyanya. Benar banget. Puisi ini menampilkan kejujuran hati sang penulis. Untung saja, nama si doi tidak sekalian ditulis.

Tapi, ini puisi atau curhat, Teman?
Nah, secara alami, menulis memang bisa dijadikan terapi untuk mengendalikan emosi. Curhat dengan menulis, jadi puisi itu sering terjadi. Contohnya ya puisi (1).

Ingat, tidak semua manusia di muka bumi ini suka mendengarkan curhatan. Dan, siapa kita? Hanya Allah, yang tidak protes mendengarkan curhatan. Oke, sekarang balik ke puisi. Terus, boleh tidak kita curhat dijadikan puisi? Boleh, tapi ada adabnya. Jangan kita dzolim sama pembaca. Membuat mereka illfeel, atau malah bertanya-tanya, tentang siapa tuh orangnya. Ujung-ujungnya berburuk sangka.

Lanjut, kita harus punya cara cantik. Hemat bersahaja. Tengok puisi (2). Serapuh-rapuhnya penulis dalam cintanya, kelihatan tidak dari tulisannya? Setujukah kalau puisi (2) menunjukkan pasrah, tapi tetap tangguh? Coba dibaca perlahan, kemudian baca dengan suara lirih. Adakah kesan yang tercipta dari puisi (2)?

Kalau saya ada. Puisi (2), kata-katanya nempel. Nusuk juga. Jleb, bahasa kekiniannya.

Terus, bagaimana dengan pesannya? Dari dua puisi tersebut membicarakan tentang apa?

Benar sekali. Ini puisi cinta. Orang yang lagi kangen berat sama sosok yang disukai, sampai susah tidur dan lain sebagainya. Untung aja tidak ditulis juga bahwa dia sampai sakit perut, tidak mandi, tidak gosok gigi, dalam puisi itu.

Unsur pengindraan sebaiknya juga disertakan. Bagaimana kita menyajikan peristiwa, namun terasa. Mencengkeram, mencekik, kata-kata ini sudah menunjukkan betapa tersiksanya, sangat sesak sekali. Namun tetap santun, tak berlebihan.

Oke, terakhir. Itulah puisi. Ada pilihan kata, gaya bahasa. Dan tampil cantik dengan sedikit kata. Kemudian pesan singkat itu sampai pada sosok yang dituju, dengan bermartabat.

Coba, deh. Bayangkan, ini puisi dari seorang wanita, untuk seorang lelaki yang dipuja. Kira-kira, puisi mana nih yang lebih melekat di pikiran?

Catatan penting sekali, ada 5 poin yang harus dicermati, dalam merangkai puisi. Ingat, TUTUP.
1. Tentukan tujuan.
2. Unsur-unsur puisi.
    (Pilihan diksi, majas/ gaya bahasa)
3. Tunjukkan, bukan katakan.
4. Usahakan kata yang padat.
5. Pengindraan.


Yuk, kita menulis puisi. Semangat!

2 komentar:

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    BalasHapus
  2. Materinya kereen, inshaAllah bermanfaat Bu Desma..

    BalasHapus

TERIMAKASIH TELAH SINGGAH

Perjalanan hidup manusia berputar seperti roda. Suatu saat akan berhenti, bila telah tiba di tujuan. Namun, adakalanya roda itupun berhenti karena hambatan. Hidup beserta masalah adalah lumrah. Memang demikian adanya. Hidup tanpa masalah mungkin juga ada. Akan tetapi, itulah masalahnya, mengapa bisa tidak ada masalah? Normalkah?

Maka kembali pada bagaimana kita menyikapi. Terbelit dalam kerumitan, pikirkanlah solusi; bukan kesulitannya. Karena hal ini akan menjelma beban.

Serahkan pada sang Penguasa semesta, karena Allah swt maha berkehendak. Entah bagaimana penyelesaiannya, terkadang tak pernah sedikitpun terbayang dalam pikiran. Lantas untuk apa lagi ragu? Bila tak sanggup membina diri, bersama iman dan taqwa padaNya, tunggulah kebinasaan itu dari jalan yang tak disangka -sangka.




Yang Akan Dibanggakan

Yang Akan Dibanggakan
Menara Siger Lampung