Jumat, 14 Oktober 2011

A Frame of Loneliness


Apa kau tahu tentang kesepian itu? bukankah kau hanya merasakan kesepian itu di satu kali, ketika Tuhan menunda terkabulnya doa. Dan kau merasa sepi sesepi – sepinya. Sendiri, sesendiri mungkin. Lepas sudah segala yang kau rangkai tentang sebuah harapan.

Apa kau tahu tentang kesendirian itu?
Ketika dalam keramaian, kau hanya merasa tegak bersama rangka. Yang lain bergerak tapi diam. Diam namun bergerak. Suara yang tertangkap hanya dengung.

Jadi, katakan padaku, apa kesendirian itu? seperti apa kesendirian itu? apakah, ada kata lain yang dapat menyajikan kesendirian yang terdalam, kemudian berlanjut dengan kesepian yang sesungguhnya. Apakah arti yang dapat kau suguhkan, untuk seorang aku, yang tengah merasa entah untuk beberapa napas sisa ini.
Ada jeda yang hilang, di selang kekosongan ruang yang menyusup. Ketika aku sedang berpikir. Dalam hampa itu ia meraja. Sendiri yang menyudutkan kesendirian itu sendiri. Sehingga sesak, melukai juga akhirnya.

Aku mencarimu, setelah kabut mendekat. Dingin sudah terabaikan, sejak resah ini mendahului untuk aku lihat. Begitu sempurna memaknai kesendirian. Hingga terabai perkara lain. Enggan untuk mengakui betapa berartinya jumpa yang sekejap. Seperti sepenggal napas, untuk melanjutkan episode. Yang belum usai, bahkan belum terencana diusaikan di mana. Sejenak, aku rentangkan tangan. Merasakan kau menyusupi resah dengan bisik kerinduan. Rembulan masih munculkan cahaya. Bulan yang gusar, antara dirindukan, dan terabaikan. Dalam rentang tangan itu, mengalir kesejukan embun yang telah terjelma olehmu. Oleh rasa yang aku ciptakan sendiri.

Adakah nyanyian kesendirian raja kelana terhapus oleh keceriaannya? Bahkan suling bambunya mewakili gelisah yang tak berujung. Ia sudah lupa dimana ceria itu. ia pautkan senyum untuk mengiris kembali lukanya, kemudian berlanjut, berlanjut lagi luka itu. luka yang diterima dalam kesendirian. Luka yang diabaikan dalam kesendirian. Luka yang ditanam dalam kesendirian. Hingga terlupa, bagaimana rasa kesendirian itu awalnya. Kapan ia mulai kesendirian itu, dan kapan ia akan mengakhiri, adalah sesuai dengan judul perjalanannya.
Sendiri, sang raja kelana menjadi bijak. Sendiri, ia mengusap kesendirian itu, dan ia itu adalah aku.

Begitupun engkau, mengembun. Seiring mentari  muncul, kita musnah perlahan. Bersamaan dengan rasa yang pudar.

21:38wib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH TELAH SINGGAH

Perjalanan hidup manusia berputar seperti roda. Suatu saat akan berhenti, bila telah tiba di tujuan. Namun, adakalanya roda itupun berhenti karena hambatan. Hidup beserta masalah adalah lumrah. Memang demikian adanya. Hidup tanpa masalah mungkin juga ada. Akan tetapi, itulah masalahnya, mengapa bisa tidak ada masalah? Normalkah?

Maka kembali pada bagaimana kita menyikapi. Terbelit dalam kerumitan, pikirkanlah solusi; bukan kesulitannya. Karena hal ini akan menjelma beban.

Serahkan pada sang Penguasa semesta, karena Allah swt maha berkehendak. Entah bagaimana penyelesaiannya, terkadang tak pernah sedikitpun terbayang dalam pikiran. Lantas untuk apa lagi ragu? Bila tak sanggup membina diri, bersama iman dan taqwa padaNya, tunggulah kebinasaan itu dari jalan yang tak disangka -sangka.




Yang Akan Dibanggakan

Yang Akan Dibanggakan
Menara Siger Lampung